Pada tahun 2012 itu, Karunia belum mendapatkan izin perusahaan untuk jasa pelatihan TKI, padahal Reyna sudah menerima uang dari Karunia.
Namun, Reyna menginformasikan ke Karunia bahwa ada pekerjaan pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI, dan menawarkan Karunia melaksanakan pekerjaan tersebut, Karunia pun menyetujui ide itu.
Reyna pun mengarahkan Karunia berkoordinasi dengan I Nyoman Darmanta selaku pejabat pembuat komitmen pengadaan sistem proteksi TKI tahun 2012.
"Selanjutnya Reyna Usman mengarahkan Karunia untuk berkoordinasi dengan terdakwa I Nyoman Darmanta terkait pengadaan tersebut dan memerintahkan terdakwa I Nyoman Darmanta untuk menggunakan dokumen perencanaan pengadaan yang dibuat oleh Bunamas dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan spesifikasi teknis," jelas jaksa.
Reyna juga meminta seseorang bernama Dewa Putu Santika menjadi penghubung antara dirinya dan Karunia terkait lelang dan pelaksanaan pekerjaan pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI tersebut.
Dewa meminta fee sebesar lima persen dari nilai proyek dan disetujui oleh Karunia.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Karunia membentuk tim tender PT AIM yang beranggotakan staf PT AIM yaitu Bunamas, George Verma Christopher Hilliard, dan Acep Mardiyana dengan tugas antara lain menyusun dokumen desain sistem dan spesifikasi teknis.
Darmanta lalu menggunakan dokumen desain sistem dari Bunamas itu sebagai Kerangka Acuan Kerja (KAK) dengan dasar penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp19,8 miliar tanpa dilakukan pengkajian ulang maupun kalkulasi berdasarkan keahlian.
"Kemudian Bunamas atas perintah Karunia menemui terdakwa I Nyoman Darmanta di ruang kerjanya dan memberikan dokumen berupa spesifikasi teknis, desain sistem dan lampiran harga untuk tiap item pekerjaan dalam format hardcopy dan softcopy. Selanjutnya tanpa melakukan pengkajian ulang atas dokumen tersebut, terdakwa I Nyoman Darmanta menjadikan dokumen tersebut sebagai Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan dasar penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp19.825.000.000 dalam pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI pada Ditjen Binapenta Kemenakertrans RI TA 2012 tanpa dikalkulasikan berdasarkan keahlian, serta tidak didasarkan pada data yang dapat dipertanggungjawabkan," kata jaksa.
Reyna lalu memerintahkan Darmanta melaksanakan lelang pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI tanpa menggunakan konsultasi perencana tetapi menggunakan dokumen perencanaan dari PT AIM.
Pada 14 September 2012, pelaksanaan lelang resmi diumumkan pada situs resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dengan nilai pagu paket anggaran Rp20 miliar dan nilai HPS Rp19,8 miliar.
Singkat cerita, lelang pertama dinyatakan gagal lantaran hanya ada dua perusahaan yang memasukkan dokumen penawaran.
Lelang kembali dibuka pada 25 September 2012 dengan metode lelang pascakualifikasi satu file sistem gugur yang pendanaannya bersumber dari APBN-P tahun anggaran 2012.
Karunia kembali memerintahkan Bunamas mengikuti lelang tersebut. Karunia mengatakan PT AIM sudah dikondisikan menjadi pemenang lelang tersebut.