Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyita ponsel milik Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dan buku catatan partai ketika dimintai keterangan sebagai saksi menuai protes dari berbagai kalangan termasuk pakar hukum.
Pasalnya, Hasto agenda itu, hanya dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku yang diduga menyuap komisioner KPU.
Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. Mudzakir mengatakan, selayaknya KPK harus menempuh serangkaian pemberitahuan melalui surat terlebih dulu dan tidak boleh asal menyita barang milik seseorang, apalagi Hasto hanya sebatas saksi.
"Karena di sini saksi memiliki hak ya. Apabila langkah itu (penyitaan barang saksi) tetap dipaksakan, maka dia (mengenyampingkan) hak asasi manusia seseorang. Ini justru tidak boleh," kata Mudzakir saat dihubungi wartawan, Kamis (13/6/2024).
Menurut Mudzakir, bahkan jika penyitaan itu dibolehkan, maka harus melihat aspek lainnya. Misalnya, saksi tersebut mengetahui betul ikhwal peristiwa sebuah tindak pidana.
Akan tetapi, kata Mudzakir, KPK harus melihat aspek hak asasi manusia (HAM) seseorang agar tidak dirampas secara sewenang-wenang.
"Langkah hukum KPK seharusnya tidak sewenang-wenang. Karena seseorang itu memiliki hak asasi manusia, yang tidak boleh dilanggar," jelas Mudzakir.
Sementara itu, tim kuasa hukum Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto turut memprotes tindakan perampasan yang dilakukan penyidik KPK terhadap ponsel Hasto dan buku milik DPP PDI Perjuangan.
Tim kuasa hukum Sekjen PDI Perjuangan yang diwakili Ronny Talapessy menilai tindakan tersebut tidak sesuai KUHAP karena penyitaan dilakukan dengan menjebak Kusnadi, staf Sekjen PDI Perjuangan.
Baca juga: Buku PDIP Disita Penyidik KPK, Kuasa Hukum Hasto: Itu Buku Agenda Hal Strategis, Bersifat Rahasia
"Kami meminta Dewas KPK memeriksa siapa yang menyuruh penyidik Rossa Purbo Bekti? Apa tujuannya menyita buku yang tidak ada kaitan dengan kasus. Buku itu milik DPP PDI Perjuangan karena menyangkut rahasia, kedaulatan, aspek-aspek strategis Partai," tegas Ronny.