News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua KPU Dilaporkan Dugaan Asusila

Skandal Pimpinan Lembaga Independen: Ketua MK Langgar Etik, Ketua KPK Korupsi, Ketua KPU Asusila

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

(Kiri ke kanan): Mantan Ketua MK, Anwar Usman; mantan Ketua KPK, Firli Bahuri; dan Mantan Ketua KPU, Hasyim Asy'ari. Ketiga pimpinan lembaga independen itu seluruhnya terjerat skandal dari pelanggaran etik hingga soal asusila.

TRIBUNNEWS.COM - Tiga lembaga negara independen yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan terbaru Komisi Pemilihan Umum (KPU) diterpa berbagai jenis skandal.

Mirisnya, skandal tersebut justru dilakukan oleh pucuk pimpinan ketiga lembaga independen tersebut.

Pertama, pada November 2023, Anwar Usman dijatuhi sanksi pencopotan sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) lantaran melakukan berbagai pelanggaran etik terkait putusan batas usia capres-cawapres.

Lalu, di bulan yang sama, giliran Firli Bahuri yang ditetapkan sebagai tersangka pemerasan kepada mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat masih menjabat sebagai Ketua KPK

Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Firli pun mengajukan pengunduran diri sebagai ketua lembaga anti rasuah pada Desember 2023.

Kemudian, masuk di tahun 2024, ada Hasyim Asy'ari yang dipecat sebagai Ketua KPU setelah terbukti melakukan tindakan asusila terhadap anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag berinisial CAT.

Adapun pemecatan terhadap Hasyim dilakukan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Rabu (3/7/2024) lalu.

Selengkapnya berikut detail kasus yang menjerat tiga mantan ketua MK, KPK, KPU.

Baca juga: Imbas Pemecatan Hasyim, KPU-Bawaslu Didorong Memuat Eksplisit Aturan Kejahatan Seksual di Kode Etik

Anwar Usman Dicopot sebagai Ketua MK Buntut Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Pada 7 November 2023, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian terhadap Anwar Usman sebagai Ketua MK terkait putusan atas batas usia capres-cawapres.

Ketua MKMK saat itu, Jimly Asshiddiqie mengungkapkan Anwar dinyatakan melakukan pelanggaran berat.

"Menyatakan Hakim Terlapor melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip kepantasan dan Kesopanan."

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata Jimly saat itu.

Selain itu, MKMK juga menjatuhi sanksi kepada Anwar Usman untuk tidak boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatan berakhir.

"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," kata Jimly.

Dalam putusannya, Jimly juga membeberkan kesimpulan terkait pemeriksaan terhadap Anwar Usman.

Setidaknya ada tujuh kesimpulan yang membuktikan Anwar Usman melanggar etik dan berujung pemberhentian.

Pertama, Anwar tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan putusan perkara 90 sehingga dinilai terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, dan Prinsip Integritas.

Kedua, Anwar dianggap tidak menjalankan fungsi kepemimpinan sebagai Ketua MK sehingga dianggap melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan, dan Kesetaraan.

"Hakim terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3," kata Jimly.

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023). (Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami)

Keempat, MKMK menganggap ceramah Anwar Usman yang menyinggung pemimpin usia muda dalam sebuah acara di Universitas Islam Sultan Agung Semarang dianggap berkaitan erat dengan substansi perkara 90.

"Sehingga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Penerapan angka 4," kata Jimly.

Kelima, Anwar bersama dengan hakim konstitusi lainnya, terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) perkara 90.

Keenam, MKMK mengabulkan permohonan dari pelapor BEM Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) agar tidak mengikutsertakan Anwar Usman dalam pemeriksaan perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023.

"Hakim terlapor tidak diperkenankan untuk terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupat, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," kata Jimly, melanjutkan kesimpulan ketujuh yang membuktikan Anwar Usman melanggar etik.

Firli Bahuri Jadi Tersangka Pemerasan SYL saat Jabat Ketua KPK

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nonaktif, Firli Bahuri telah diperiksa tim penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri hari ini, Rabu (6/12/2023). (Tribunnews/Ashri Fadilla)

Selanjutnya, Firli Bahuri ditetapkan menjadi tersangka pemerasan terhadap SYL pada 22 November 2023 lalu saat masih menjabat sebagai Ketua KPK.

Penetapan tersangka ini disampaikan oleh Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak.

Ade Safri menuturkan penetapan tersangka terhadap Firli berdasarkan fakta penyidikan, gelar perkara, dan cukupnya alat bukti.

"Berdasarkan fakta-fakta penyidikan maka pada hari Rabu hari ini 22 November 2023 sekira pukul 19.00 bertempat di ruang gelar perkara Ditreskrimsus dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Saudara FB selaku ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya," kata Ade Safri saat itu.

Adapun Firli diduga terlibat dalam pemerasaan hingga penerimaan gratifikasi terkait permasalahan hukum di kementan pada kurun waktu 2020-2023.

Pasca penetapan tersangka, Firli pun mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Ketua KPK pada 21 Desember 2023 lalu.

Firli lalu digantikan oleh Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK sementara.

Di sisi lain, hingga saat ini, persidangan terkait kasus yang menjerat Firli belum digelar.

Hasyim Asy'ari Dipecat sebagai Ketua KPU usai Lakukan Asusila

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari memberikan keterangan kepada wartawan saat konferensi pers pemecatan dirinya sebagai Ketua KPU oleh DKPP di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (3/7/2024). Dalam keterangannya, Hasyim Asy'ari hanya mengucapkan terima kasih kepada DKPP yang telah memberhentikan dirinya sebagai Ketua KPU pasca diberhentikannya Hasyim Asy'ari sebagai Ketua KPU oleh DKPP terkait kasus dugaan asusila kepada Anggota PPLN Den Haag. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Terbaru, giliran Hasyim Asy'ari yang dipecat sebagai Ketua KPU oleh DKPP setelah terbukti melakukan tindak asusila terhadap anggota PPLN Den Haag berinisial CAT.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP, Heddy Lukito, saat membacakan putusan di Gedung DKPP pada Rabu.

Dalam putusannya, DKPP menyatakan adanya hubungan badan secara paksa antara Hasyim dan CAT saat berada di sebuah kamar hotel di Den Haag, Belanda.

Baca juga: Bukan ke Korban, Hasyim Asyari Sampaikan Permintaan Maaf ke Jurnalis usai Dipecat Sebagai Ketua KPU

Sebelum melakukan hubungan badan, Hasyim disebut turut menghubungi hingga merayu CAT.

Akibatnya CAT pun terpaksa melakukan hubungan beberapa kali dengan Hasyim.

"Sehingga akhirnya pengadu merasa terpaksa untuk beberapa kali pergi bersama teradu. Puncaknya, teradu memaksa pengadu untuk melakukan hubungan badan," kata anggota DKPP.

Pasca-putusan tersebut, DKPP juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melaksanakan putusan DKPP paling lambat tujuh hari sejak putusan dibacakan.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ashri Fadila/Ilham Rian Pratama)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini