"Jalan jalan ke Tanjung Pinang
Jangan lupa membeli udang
Janganlah mengaku seorang pejuang
Jikalau ternyata engkau seoramg titik titik titik silahkan diisi sendiri."
Sebelumnya, SYL dalam perkara korupsi ini telah dituntut 12 tahun penjara atas dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan.
Kemudian dia juga dituntut membayar denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan dan uang penganti sejumlah gratifikasi yang diterimanya, yakni Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu.
Uang pengganti tersebut harus dibayarkan dalam jangka waktu satu bulan setelah perkara ini inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Jika tidak dibayar, maka harta bendanya menurut jaksa, disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dan jika tidak mencukupi akan diganti pidana penjara 4 tahun," kata jaksa KPK saat membacakan tuntutan SYL, Jumat (28/6/2024).
Menurut jaksa, dalam perkara ini, SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
SYL Tetap Minta Dibebaskan dari Kasus Pemerasan dan Gratifikasi
Mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) melalui penasihat hukumnya tetap meminta dirinya dibebaskan dari tuntutan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan duplik atau tanggapan atas replik jaksa penuntut umum KPK, Selasa (9/7/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
SYL melalui tim penasihat hukumnya meminta agar Majelis Hakim menjatuhkan putusan sebagaimana pleidoi atau nota pembelaan terdakwa, yakni bebas.
"Kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan menjatuhkan Putusan sebagaimana dalam nota pembelaan atau pleidoi penasihat hukum Tterdakwa yang dibacakan pada hari Jumat tanggal 5 Juli 2024," ujar penasihat hukum SYL, Djamalluddin Koedoeboen di dalam persidangan.
Kubu SYL pula meminta agar Majelis memberikan putusan yang menguntungkan jika masih terdapat keraguan.
"Di dunia ini hukum dikenal dalam keadaan 'In Dubio Pro Reo,' adalah jika terjadi keragu-raguan apakah terdakwa salah atau tidak maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi terdakwa," kata Koedoeboen. (tribun network/thf/Tribunnews.com)