Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Hakim Agung (CHA) Kamar Tata Usaha Negara (TUN) Mustamar menilai, masih ada hak masyarakat adat yang terabaikan perlindungannya.
Hal itu disampaikan Mustamar, dalam wawancara terbuka seleksi hakim agung (CHA), di Gedung Komisi Yudisial (KY), pada Rabu (10/7/2024).
Baca juga: KPK Bakal Turun Tangan Apabila Ada Intervensi dalam Persidangan Hakim Agung Gazalba Saleh
Momen itu bermula saat anggota panitia seleksi hakim agung, Joko Sasmito melemparkan pertanyaan kepada Mustamar mengenai, kondisi masyarakat adat di Indonesia serta aturan perundang-undangan terkait perlindungan hak masyarakat adat.
"Apakah masyarakat adat sudah mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat?" tanya Joko kepada Mustamar, dalam seleksi yang disiarkan langsung di laman YouTube KY, Rabu ini.
Merespons hal tersebut, Mustamar menyoroti karya tulis yang dibuatnya terkait hak masyarakat hukum adat dan lingkungan hidup yang terabaikan.
Baca juga: KPK Bakal Turun Tangan Apabila Ada Intervensi dalam Persidangan Hakim Agung Gazalba Saleh
Ia menjelaskan, karya tulisnya itu bermula dari kasus lingungan hidup di Papua, di mana pengusaha yang memperoleh hak penguasaan hutan (HPH) yang diberikan oleh kepala daerah. Adapun HPH itu mencakup tempat tinggal masyarakat setempat dan situs keagamaan yang dihormati dan dilindungi di wilayah tersebut.
Menurutnya, dalam konteks kasus yang tercantum pada karya tulisnya tersebut menunjukkan bahwa masyarakat adat belum mendapatkan perlindungan.
"Kalau dalam kasus itu, belum mendapat perlindungan. Faktanya, HPH diberikan oleh gubernur sebagai kepala daerah memberikan hak penguasaan hutan keada pengusaha yang notabene di sana ada pemukiman masyarakat dan rumah ibadah," kata Mustamar.
Meski demikian, Mustamar mengatakan, dalam fakta sebenarnya alias tidak dalam kasus yang digunakannya sebagai contoh tersebut, selama ini masyarakat adat cukup mendapatkan perlindungan.
"Kalau di kasus ini kebetulan adalah di Papua, mungkin juga kasus ini adalah kasus konkret, kemungkinan adalah Pemda setempat kurang memahami tentang kewajiban kita untuk memelihara lingkungan hidup dan hanya tergiur kepada investasi atau pemasukan daerah oleh pengusaha," jelasnya.
"Jadi oleh karena itu, menurut pemahaman kami mungkin saja fakanya di lapangan masih ada situs-situs yang dihormati masyarakat dan lembaga-lembaga adat yang terabaikan perlindungannya," tambah Mustamar yang saat ini menjabat sebagai Inspektur Wilayah Ill Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI.
Lebih lanjut, Mustamar menjelaskan mengenai apakah aturan perundang-undangan sudah mengatur secara memadai terkait perlindungan hak masyarakat adat.
Terkait hal ini, Mustamar mengatakan, UU Lingkunan Hidup sebetulnya sudah memuat aturan soal perlindungan itu. Namun, menurutnya, masih terdapat masalah dalam implementasi aturan tersebut.
Baca juga: KY Minta Semua Pihak Hormati Putusan Hakim Eman Sulaeman yang Kabulkan Praperadilan Pegi Setiawan
"Yang masalah adalah sebenarnya implementasinya, dari ketentuan konstitusi kita yang sebenarnya sudah jelas, dan adanya aturan pelaksana di UU Lingkungan Hidup itu sebenarnya sudah cukup memadai bagi pejabat daerah untuk memberikan guide (panduan) supaya tidak sewenang-wenang memberikan izin hak penguasaan hutan kepada investor, bila itu akan menyangkut hajat hidup warga masyarakatnya sendiri," ucap Mustamar.