Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum menuntut empat terdakwa kasus dugaan korupsi jalan tol Jakarta-Cikampek II Elevated atau lebih dikenal Jalan Layang Mohammed Bin Zayed alias Tol MBZ, dihukum pidana penjara empat sampai lima tahun.
Keempat terdakwa tersebut yakni mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC), Djoko Dwijono; Ketua Panitia Lelang pada JJC, Yudhi Mahyudin; Tenaga Ahli Jembatan pada PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budanto Sihite; dan mantan Direktur PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas.
Tuntutan dibacakan jaksa penuntut umum pada Jampidsus Kejaksaan Agung dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024).
Djoko Widjono sebagai mantan Direktur JJC, dituntut empat tahun penjara, sama dengan dengan tuntutan terhadap Yudhi Mahyudin.
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap Djoko Dwijono oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun," ujar jaksa penuntut umum di hadapan Majelis Hakim.
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap Yudhi Mahyudin berupa pidana penjara selama 4 tahun," kata jaksa lagi.
Sedangkan Sofiah Balfas dan Tony Sihite dituntut lima tahun penjara.
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap Sofiah Balfas oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun," kata jaksa penuntut umum.
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap Tony Budianto Sihite dengan pidana penjara selama 5 tahun."
Baca juga: Bela Diri Via Duplik, SYL Masih Bela Nayunda Nabila, Klaim Sang Biduan Dibayar Profesional
Tak hanya pidana badan, keempat terdakwa juga dituntut hukuman denda Rp 1 miliar.
Jika denda tersebut tidak dibayar, maka diganti enam bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," tutur jaksa, membacakan tuntutan denda.
Tuntutan itu dilayangkan jaksa karena menilai para terdakwa terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaiamana dakwaan primair.
Dalam menuntut para terdakwa, jaksa penuntut umum memiliki sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan.
Baca juga: Tok! Johnny G Plate Tetap Dibui 15 Tahun Penjara usai Kasasi Ditolak MA, Mobilnya Dirampas Negara
Untuk memberatkan, perbuatan para terdakwa dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
"Hal-hal yang memberatkan: Terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi dan pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya.
Sedangkan untuk meringankan, jaksa mempertimbangkan para terdakwa belum pernah dihukum.
Kemudian mereka juga belum pernah terjerat hukum sebelumnya.
"Hal-hal yang meringankan: Terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan," kata jaksa.
Khusus untuk terdakwa Yudhi Mahyudin, jaksa memilki pertimbangan lain untuk meringankan.
Pertimbangan itu di antaranya penyesalan dan penyakit yang diidapnya.
"Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya. Terdakwa mengalami penyakit ginjal," katanya.
Konglalikong Untungkan Dua Konsorsium
Dalam perkara ini para terdakwa dijerat atas perbuatan mereka yang berkongkalikong terkait pemenangan KSO Waskita Acset dalam Lelang Jasa Konstruksi Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000.
Kemudian terdakwa Djoko Dwijono yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Jasa Marga, mengarahkan pemenang lelang pekerjaan Steel Box Girder pada perusahaan tertentu yaitu PT Bukaka Teknik Utama.
"Dengan cara mencantumkan kriteria Struktur Jembatan Girder Komposit Bukaka pada dokumen Spesifikasi Khusus yang kemudian dokumen tersebut ditetapkan Djoko Dwijono sebagai Dokumen Lelang Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000," kata jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.
Baca juga: Kilas Balik Kesaksian Aep di Kasus Vina yang Berujung Dilaporkan ke Bareskrim Polri
Akibat perbuatan para terdakwa, jaksa mengungkapkan bahwa negara merugikan negara hingga Rp 510.085.261.485,41 (lima ratus sepuluh miliar lebih).
Selain itu, perbuatan para terdakwa juga dianggap menguntungkan KSO Waskita Acset dan KSO Bukaka-Krakatau Steel.
"Menguntungkan KSO Waskita Acset sejumlah Rp 367.335.518.789,41 dan KSO Bukaka Krakatau Steel sebesar Rp 142.749.742.696,00" kata jaksa.