"Kusnadi sekarang ke mana-mana harus membawa uang 'cash' untuk makan karena ATM disita KPK," cetus Petrus.
Orang-orang, kata Petrus, juga takut dekat-dekat dengan Kusnadi karena khawatir disangkut-pautkan dengan perkara yang sedang dihadapi Kusnadi.
"Kusnadi yang mewakili orang-orang kecil lainnya jelas benar-benar telah dirugikan, bukan hanya secara ekonomi tetapi juga sosial, dan bukan sekadar merasa dirugikan lagi, tapi sudah benar-benar dirugikan," tegas Petrus yang juga Koordinator TPDI.
Apa yang dilakukan pihaknya dengan melaporkan Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti ke sana kemari diklaim Petrus masih dalam koridor hukum dalam rangka melakukan pembelaan hukum kepada kliennya agar hak-haknya sebagai saksi tidak dilanggar KPK serta hak asasi manusianya terlindungi.
"Apalagi sebagai advokat kami punya kekebalan hukum ketika sedang menjalankan profesi kami, sebagaimana diatur UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Jadi bukan merekayasa fakta untuk melindungi klien," tukasnya.
Pasal 15 UU Advokat berbunyi, "Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan."
"Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan di dalam sidang pengadilan," terang Petrus.
KPK memang pernah menggunakan Pasal 21 UU Tipikor tentang perintangan penyidikan untuk menjerat pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunardi, dan pengacara mantan Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening.
Baca juga: Soal Ancaman Terhadap Kusnadi, Kuasa Hukum Sebut Jubir KPK Kurang Baca Undang-undang
Yunardi akhirnya dihukum 7,5 tahun penjara di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA), dan Roy Rening dihukum 4,5 tahun penjara oleh pengadilan.
Petrus menilai, apa yang dilakukan Yunardi dan Roy Rening berbeda dengan pihaknya.
"Kami tidak melakukan rekayasa hukum dan fakta," tandasnya.