Guswanto menjelaskan, Angin Monsun Australia ini bertiup dari Australia menuju Asia melewati wilayah Indonesia dan perairan Samudera Hindia.
Sementara itu, Samudera Hindia juga memiliki suhu permukaan laut yang juga relatif rendah atau dingin.
Angin Monsun Australia diketahui bersifat kering dan sedikit membawa uap air, sehingga memengaruhi musim kemarau di Indonesia.
Hal ini membuat sejumlah wilayah yang dilewati Angin Monsun Australia menjadi lebih dingin.
“Apalagi pada malam hari, di saat suhu mencapai titik minimumnya,” ujar Guswanto.
Penyebab Utama Fenomena Bediding
Pertama, udara kering: Selama musim kemarau, udara cenderung lebih kering karena kurangnya uap air.
Udara kering memiliki kapasitas lebih rendah untuk menahan panas, sehingga lebih cepat mendingin pada malam hari.
Kedua, langit cerah: Langit yang cerah pada malam hari menyebabkan panas dari permukaan bumi memancar langsung ke atmosfer tanpa hambatan, mengakibatkan perubahan suhu yang signifikan.
Ketiga, angin tenang: Angin yang tenang atau berkecepatan lemah menghambat percampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap dekat permukaan bumi.
Keempat, topografi: Dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara yang lebih rendah dan volume udara yang lebih sedikit.
Baca juga: BMKG Ungkap Penyebab Hujan di Musim Kemarau
Selama fenomena bediding, masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan memantau informasi dari BMKG.
Lindungi diri dari suhu dingin dengan menggunakan pakaian hangat, selimut, atau penghangat ruangan jika diperlukan, terutama pada malam hari ketika suhu turun drastis.
Jaga kesehatan dengan mengonsumsi makanan bergizi dan minuman hangat. Hindari paparan udara dingin secara berlebihan dan lindungi tanaman, terutama bagi petani, dari suhu rendah.
Perhatikan kondisi jalan karena embun beku dapat menyebabkan jalan licin pada malam hari.