Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terungkap ada delapan perusahaan titipan untuk memenangi tender di kasus dugaan korupsi pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa.
Jaksa mengungkap delapan perusahaan yang memenangi tender sudah ditentukan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kemenhub, Prasetyo Boeditjahjono.
Meski tidak menjadi terdakwa, Prasetyo disebut-sebut menyerahkan nama delapan perusahaan kepada Nur Setiawan Sidik dan Afif Setiawan saat mereka bertemu di Aceh.
"Bahwa sebelum dilakukan pelelangan Nur Setiawan Sidik dan Akhmad Afif Setiawan bertemu dengan Prasetyo Boeditjahjono di Mess Aceh. Dalam pertemuan tersebut Prasetyo Boeditjahjono telah menentukan nama-nama perusahaan yang akan melaksanakan pekerjaan Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa," kata jaksa penuntut umum dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Delapan perusahaan tersebut di antaranya PT Tiga Putra Mandiri Jaya dengan penerima manfaat Freddy Gondowardojo; PT Sejahtera Intercon dengan penerima manfaat Anderson; PT Calista Perkasa Mulia dengan penerima manfaat Daryanto; PT Karya Putra Yasa–PT Pelita Nusa Perkasa, KSO dengan penerima manfaat Bandi; PT Giwin Inti dengan penerima manfaat Kiandi; PT Subur Jaya Lampung Indah–PT Tulung Agung, KSO dengan penerima manfaat Aris; PT Wahana Tunggal Jaya dengan penerima manfaat Andreas; dan PT MEG–PT ROY, KSO dengan penerima manfaat Tambunan.
Kemudian Sidik yang saat itu menjabat Kepala Balai Teknik Perkeretaapian memerintah anak buahnya, Rieki untuk memenangkan perusahaan-perusahaan titipan sang Dirjen.
Baca juga: Korupsi Jalur KA Besitang-Langsa, 2 Eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Didakwa Perkaya Diri
Selain itu, Sidik juga menyisipkan satu perusahaan pilihannya sendiri, yakni PT Dwifarita Fajarkharisma dengan penerima manfaat Muchamad Hikmat.
Trik yang digunakan yakni pelaksanaan lelang tidak menggunakan prakualifikasi.
Untuk bisa seperti itu, maka proyek senilai Rp 1,3 triliun ini dipecah-pecah menjadi masing-masing di bawah Rp 100 miliar.
"Nur Setiawan Sidik juga memerintahkan Rieki Meidi Yuwana agar dalam melakukan pelelangan agar tidak menggunakan metode penilaian kualifikasi dengan prakualifikasi sebagai syarat penilaian pekerjaan kompleks namun dengan menggunakan metode penilaian kualifikasi dengan pascakualifikasi, karena pekerjaan pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa yang akan dilaksanakan telah dipecah menjadi beberapa paket dengan nilai dibawah Rp 100.000.000.000," kata jaksa.
Baca juga: Kejagung Tetapkan 6 Tersangka Kasus Korupsi Kereta Api Besitang-Langsa, Seret Eks Pejabat Kemenhub
Pada akhirnya, pelaksanaan proyek Jalur KA Besitang-Langsa ini tidak maksimal, sehingga menimbulkan kerugian negara hingga Rp 1,15 triliun lebih.
Nilai kerugian negara itu merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang–Langsa tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan," katanya.
Dalam perkara ini duduk di kursi terdakwa, dua penyelenggara negara dan dua pihak swasta: Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Sumatra Bagian Utara 2016-Juli 2017, Nur Setiawan Sidik; Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Sumatra Bagian Utara Juli 2017-Juli2018, Amana Gappa; Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan dan Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya; dan PT Mitra Kerja Prasarana, Freddy Gondowardojo.
Selain mereka berempat, dalam perkara ini juga terdapat tiga terdakwa yang berkasnya terpisah (splitzing), yakni mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Akhmad Afif Setiawan; mantan PPK Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa, Halim Hartono; dan mantan Kasi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara; Rieki Meidi Yuwana.
Dalam perkara ini, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.