TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menilai hacker atau pembobol Pusat Data Nasional (PDN) Sementara merupakan pesanan dari pihak tertentu.
Menurutnya, data-data yang ada di PDN itu bersifat krusial seperti KTP, kartu kredit berlabel yang bersifat internasional, alamat pekerjaan, penghasilan dan sebagainya.
TB Hasanuddin yang juga purnawirawan TNI berpangkat Mayor Jenderal tersebut melihat data PDN digunakan untuk berbagai hal.
"Itu kan semua lengkap artinya data itu adalah milik kita pribadi yang tidak boleh dimanfaatkan oleh siapapun untuk kepentingan apapun. Ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Itu hak yang paling asasi," kata Hasanuddin dalam podcast di Kantor Tribun Network, Jakarta, Selasa (16/7/2024).
Baca juga: Soal Peretasan PDN, Kabareskrim: Ransomware Bukan Hal yang Mudah Ditangani
Sedangkan keamanan data PDN menjadi kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika dan yang kedua Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Kedua dua lembaga tersebut yang seharusnya menjamin proteksi dari PDN Sementara namun ternyata masih ditembus.
Meski pada akhirnya data sudah dikembalikan.
"Tetapi, menurut data yang saya terima, informasi, ada beberapa, terutama data soal pemilu, imigrasi, yang memang sudah blank. Sudah diambil lah," imbuh TB Hasanuddin.
"Konon hackernya adalah pesanan dari kelompok yang punya kepentingan tertentu," ucapnya.
Lanjutan wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan TB Hasanuddin:
Pak TB ini agak melengkung sedikit dalam beberapa waktu lalu sebagai Komisi I DPR, kencang bener ketika menyoroti soal jebolnya Pusat Data Nasional. Memang sekarang Pak TB dapat progres perkembangan apa dari ini?
Jadi begini, ya. Data itu, betapa pentingnya data sekarang ini untuk apapun. Dimulai dari soal membuat KTP, membuat kartu kredit berlabel Visa. Itu kan internasional.
Semua data, mulai dari alamat pekerjaan, penghasilan dan sebagainya, bahkan penghasilan dan pengeluaran bisa dilihat.
Baca juga: Sosok Diduga Pelaku Utama Peretasan PDN Indonesia, Pimpinan Geng Siber yang Diburu Berbagai Negara
Dari mana ya dari misalnya kartu kredit. Itu kan semua lengkap. Artinya, data itu adalah milik kita pribadi yang tidak boleh dimanfaatkan oleh siapapun untuk kepentingan apapun. Ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Itu hak yang paling asasi.
Data pribadi ya makanya dibuatlah Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Jadi, saya pribadi dengan teman-teman ya, menganggap bahwa bahwa data itu sesuatu yang urgent, perlu dilindungi, perlu dirahasiakan, dan itu adalah aset sosial kita.
Itu yang lebih urgent ketimbang Wantimpres tadi ya? Jadi, ya untuk dipikirkannya lebih urgent yang ini kan?
Dan kalau data ini, data ini ya, jatuh kepada orang-orang yang tidak pada tempatnya untuk kepentingan proses saat, kepentingan apapun, kita bisa rugi benar.
Ini bisa ganggu kita punya negara?
Iya. Iya lah. Segalanya. Data penduduk, data ekonomi, data penghasilan negara, data juga misalnya soal yang lain-lain. Belum masuk pada data-data tentara nasional Indonesia dan sebagainya. Itu yang harus diprotek. Jadi jangan anggap enteng soal data.
Nah, kemarin itu kan ada berita seolah-olah pembajaknya itu ingin menyerahkan kunci, kan dikunci itu data, kepada pemerintah atau dalam konteks ini kepada Kementerian Informasi untuk kemudian bisa membuka datanya. Apakah Pak TB tahu mengenai perkembangan berikutnya?
Ya, jadi begini. Saya agak terkejut ketika ternyata data itu tidak sesuai aturan diproteknya.
Maksudnya gimana?
Ya kan, begini. Yang namanya pusat data nasional itu dikumpulkan data dari semua itu. Simpen. Begitu. Lalu yang nitip harus bertanggung jawab keamanannya. Ya, seperti begini sajalah. Di lapangan saya membuka penitipan sepeda motor dan barang.
Ayo titip kesini dan sebagainya. Oke, selesai. Ya, begitu. Tiba-tiba hilang itu barang.
Lalu saya bilang, loh, kamu yang harus jaga, terus ngapain? Ngapain dititip? Ngapain dititip? Bayar lagi kan? Kan enggak masuk akal kan? Dan aturannya memang tidak begitu.
Begitu, ya. Ini tidak, ayo titip-titip disini. Tapi lo tanggung jawab. Begitu, ya tidak pas lah. Begitu, ya. Oke.
Kemudian dari situ, ya, fungsi dari, dari yang mengawal, dan saya dengan bahasa biasa saja, ya. Tidak usah bahasa teknik. Yang mengawal itu menjaga, data itu dua.
Satu, Kominfo. Karena dialah yang memenjaga pusat data nasional. Dan yang kedua, data itu adalah badan cyber dan sandi negara. Jadi dua lembaga ini memprotek. Ternyata masih ditembus.
Dan terakhir, sudah mengembalikan. Tetapi, menurut data yang saya terima, informasi, ada beberapa, terutama data soal pemilu, imigrasi, yang memang sudah blank. Sudah diambil lah.
Dan konon, hackernya itu adalah ada titipan. Ada pesanan lah. Bukan titipan. Ya, ada pesanan tertentu gitu ya. Dari kelompok yang punya kepentingan tertentu.
Pak TB, di sosial media itu beredar satu analisis dari para pakar bahwa bobolnya Pusat Data Nasional itu ada kaitan dengan situs-situs judi yang ditutup.
Jadi, kasarnya itu yang berkepentingan terhadap jebolnya server ini atau Pusat Data Nasional ini adalah orang-orang yang terafiliasi dengan judi online?
Bisa saja tetapi ada orang yang ketakutan kalau data itu hilang. Kalau data itu masih terus ada. Ini harus dihancurkan. Atau dibuang. Nah, begitu. Itu lebih urgent dari sisi intelijen.
Jadi yang tadi kan yang disampaikan tadi informasi yang datang tuh, eh yang hilang itu adalah data pemilu dan imigrasi. Berarti ada orang yang berkepentingan agar data pemilu dan data imigrasi ini hilang?
Ini menarik. Kita diskusikan pada sesion yang lain.
Tapi yang pasti bahwa Komisi I membawahkan Kominfo, apakah ada rencana untuk kemudian melakukan RDP lagi untuk melihat progres dari perlindungan terhadap data nasional ini?
Progres itu kami dapat sekarang ini, tetapi tidak resmi ya. Walaupun dikembalikan, ya percuma saja, karena data itu ternyata sudah pindah tangan. Terutama data-data yang penting itu.
Tetapi memang ke depan kita jangan lagi menganggap urusan data pribadi dan data nasional itu sesuatu hal yang sepele. Ini objek vital.
Di negara-negara maju, ya, angkatan bersenjatanya itu ada angkatan darat, laut, udara dan kemudian cyber. Karena perang yang akan datang tidak lagi lari-lari. Bukan cuma fisik gitu ya?
Iya, semua mungkin pakai knop, sambil ngerokok begini, pencet-pencet sana, dan semua menggunakan ruang udara, di dalamnya itu menggunakan IT, menggunakan kode-kode dan sebagainya. Karena kalau itu dijamming, dihacker, selesai. Kelar.
Begitu. Uang bapak, banyak begitu juga. Lalu bisa dipindahkan, tek-tek ilang. Begitu. Karena kita masuk ke dunia IT seperti ini. Risikonya ya berat, kecuali kalau misalnya masih menyimpan uang di bawah bantal, beli pakai rupiah, jalan sendiri, ya barter, bahkan mungkin dengan pisang dan beras.
Oke lah, aman itu. Tapi kalau pakai digital dan sebagainya, apa, live-in apa ya, semua sudah menggunakan IT.
Nah kalau sudah kayak begini nih, kita mesti apa ini? Sudah terlanjur kayak begini nih, proteksi yang baik, aturannya yang ketat diikuti?
Iya, bisa. Nah tapi kan itu memerlukan dana yang tidak kecil. Misalnya saja begini, untuk biaya pemeliraan Pusat Data Nasional. Mohon maaf ya, Pusat Data Nasional ini belum selesai. Makanya ada Pusat Data Nasional (S) sementara.
Kalau Pusat Data Nasional kan bekerja sama dengan Prancis, yang belum selesai ini. Pakai S. Itu ada 3 tempat, di Jakarta, Surabaya, dan kemudian di Batam.
Itu Rp 700 miliar per tahun untuk pemeliharaan saja. Kalau menurut para pakar, cukup. Kalau dipakai benar-benar. Kalau dipakai tidak benar, saya nggak tahu saya.
Pak TB, apakah Komisi I perlu juga melakukan satu pengawasan kita terkait dengan Pusat Data Nasional yang nggak S yang bekerja sama dengan Prancis?
Oh, kalau itu berjalan. Berjalan, oke. Tapi, tiba-tiba pemerintah ini harus segera nih. Pakai S, Pusat Data Nasional sementara. Karena apa waktu itu? Karena mau pemilu.
Pak, mau pemilu, mau pilkada itu, data itu jadi rebutan. Ya, begitu. Siapa menguasai data? Maka dia akan memenangi pertempuran.
Sama dalam pertempuran tentara. Siapa yang menguasai titik kritis, jembatan, bukit-bukit, maka dia akan mampu memenangi pertempuran.
Jadi kira-kira mirip-mirip gitu ya?
Saya ingin Pak TB memberikan closing statement mengenai dua hal itu tadi ya. Mengenai urgensi dari revisi undang-undang mulai waktu ini sekaligus bagaimana kita bisa menangkap atau menata kembali penyimpanan data ini?
Saya kira ya, kita ini terus berkembang dalam kehidupan. Undang-undang itu bukan sesuatu yang harga mati.
Bisa saja, jangankan undang-undang. Undang-undang dasar pun bisa dirubah. Apapun bisa dirubah.
Tetapi saya berharap kebaikan apapun merubah sebuah situasi. Tapi harus mengikuti prosedur yang baik dan benar. Jangan malah tujuannya baik tetapi timbul masalah.
Soal data, jangan dianggap data itu masalah hal yang enteng. Ini harus diprotek dengan baik untuk kepentingan rakyat dan kepentingan negara. (Tribun Network/Reynas Abdila)