News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sejarah Hari Kebaya Nasional pada Tanggal 24 Juli, Bentuk Pelestarian Budaya

Penulis: tribunsolo
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peserta berjalan diatas catwalk saat acara Istana Berkebaya di depan Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (6/8/2023). - Kebaya tetap eksis hingga kini dan pada tanggal 24 Juli ditetapkan sebagai Hari Kebaya Nasional.

TRIBUNNEWS.COM - Simak inilah sejarah singkat dari penetepan Hari Kebaya Nasional tanggal 24 Juli sebagai bentuk melestarikan budaya Indonesia.

Tahun ini menjadi tahun pertama kali diadakannya peringatan Hari Kebaya Nasional yang jatuh pada Rabu (24/7/2024).

Peringatan Hari Kebaya Nasional bertujuan untuk melestarikan kebaya sebagai salah satu warisan budaya yang harus dijaga.

Selain itu, dapat juga digunakan sebagai upaya untuk memperkenalkan kebaya kepada generasi muda serta dalam kancah internasional.

Kebaya merupakan salah satu pakaian tradisional Indonesia yang menjadi identitas budaya bangsa.

Adapun kebaya mencerminkan keberagaman dan kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia.

Meskipun sebagai pakaian tradisional, saat ini perkembangan kebaya semakin eksis.

Kebaya memiliki sejarah panjang dan peran penting dalam kebudayaan Indonesia.

Lantas, bagaimana sejarah ditetapkannya tanggal 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional.

Sejarah Ditetapkannya Hari Kebaya Nasional 24 Juli

Penetapan Hari Kebaya Nasional tanggal 24 Juli tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Hari Kebaya Nasional.

Baca juga: Hari Kebaya Nasional Diperingati pada 24 Juli, Ini Sejarah dan Alasan Penetapannya

“Menetapkan tanggal 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional,” bunyi Diktum Kesatu Keppres 19/2023 dikutip Tribunnews.com dari setkab.go.id, Selasa (23/7/2024).

Diktum kedua menyebutkan, Hari Kebaya Nasional bukan sebagai hari libur.

“Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” bunyi Diktum Ketiga.

Dalam Keppres yang ditetapkan oleh Presiden Jokowi pada 4 Agustus 2023 ini, juga menyebutkan adanya pertimbangan penetapan 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional.

Berikut pertimbangan penetapan 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional:

1. Kebaya merupakan identitas nasional perekat bangsa yang bersifat lintas etnis dan telah berkembang menjadi aset budaya yang sangat berharga sehingga perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya.

2. Kebaya berkembang menjadi busana yang digunakan secara nasional dalam berbagai kegiatan baik yang berskala nasional maupun internasional.

3. Kongres Wanita Indonesia X yang dihadiri oleh Presiden Soekarno dinyatakan bahwa revolusi Indonesia tidak dapat berjalan tanpa keterlibatan perempuan di mana seluruh perempuan yang hadir pada kongres tersebut memakai kain kebaya.

4. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebaya, maka pemerintah menetapkan tanggal 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional.

Baca juga: 10 Link Twibbon Hari Kebaya Nasional 24 Juli 2024

Kebaya banyak digunakan masyarakat Indonesia dalam kegiatan formal.

Tak jarang, kebaya juga menjadi pilihan busana untuk bepergian ke berbagai tempat.

Terdapat sejarah mengenai asal-usul kebaya dan perkembangannya di Indonesia yang dipaparkan oleh Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Bogor, Sitawati Ken Utami.

Inilah asal-usul perkembangan kebaya di Indonesia:

Pengaruh Peradaban Islam

Sita menjelaskan sebelum adanya kebaya, para perempuan hanya menggunakan kemben biasa untuk menutupi bagian dada. Kemben tersebut dipasangkan dengan lilitan kain.

Para perempuan pun beraktivitas sehari-harinya hanya dengan menggunakan pakaian tersebut.

“Jadi awalnya dulu perempuan-perempuan di Nusantara ya, belum Indonesia waktu itu masih memakai kemben,” kata Sita dalam acara Remaja Berkebaya dan Berkain Nusantara di Jakarta Selatan dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Selasa (23/7/2024).

Namun, seiring dengan masuknya peradaban Islam ke Indonesia, busana perempuan turut mengalami transformasi menjadi lebih tertutup.

Baca juga: Hari Kebaya Nasional, Momentum Tingkatkan Ekonomi Rakyat Lewat Kerajinan Tenun

Para perempuan bukan lagi hanya menggunakan kemben, melainkan mulai melapisi kemben dan menutup bagian tubuh lainnya dengan selendang.

Akan tetapi, selendang tersebut kemudian dikreasikan dan dimodifikasi hingga menjadi busana yaitu kebaya.

“Awalnya dari hanya menggunakan kemben itu, diberilah selendang untuk menutupi pundak dan lengan. Lama-kelamaan, selendang ini menjelma menjadi sebuah busana yang kita kenal sekarang sebagai kebaya,” tuturnya.

Adanya campur tangan budaya Tionghoa dan Belanda

Sita menjelaskan bahwa kebaya terus digunakan oleh para perempuan dari abad ke abad.

Bentuknya pun turut mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.

Menurutnya, perkembangan kebaya juga tidak lepas kaitannya dengan budaya peranakan yang berkembang di Indonesia.

Mereka melihat para perempuan asli Indonesia, dulu disebutnya pribumi, menggunakan kebaya setiap harinya.

Hal ini membuat kebaya menjadi tren dan ingin juga diikuti oleh para perempuan keturunan Tionghoa.

Inilah yang melatarbelakangi munculnya Kebaya Encim yang populer hingga saat ini.

Baca juga: Koleksi Kebaya Legendaris Tien Soeharto Akan Ditampilkan pada Hari Kebaya Nasional 

Sita menyebutkan bahwa kata ‘Encim’ sendiri berasal dari bahasa orang peranakan yang artinya Tante.

Dulunya para tante atau orang dewasalah yang mulai terpikat menggunakan kebaya dengan ciri khasnya sendiri.

Sita menyatakan bahwa perempuan Tionghoa menyukai warna-warna kain yang cerah dengan hiasan bordir yang ramai.

Oleh karenanya dua hal tersebut menjadi begitu identik dengan Kebaya Encim.

“Mereka sukanya warna-warna yang cerah dengan bordir. Jadi, pengaruh Tionghoa, dan dulu disebutnya pribumi ya. Nah, kekhasannya adalah ramai bordir-bordir warna-warni seperti ini,” jelas Sita.

Bukan hanya perempuan Tionghoa, ternyata para noni keturunan Belanda juga tergugah untuk menggunakan kebaya.

Meski begitu, mereka tidak ingin menggunakan kain dan hiasan kebaya yang sama dengan orang pribumi, sebab kala itu, penerapan kasta antara para pribumi dan orang-orang keturunan Belanda masih sangat kuat.

Alhasil mereka memilih menggunakan kebaya berwarna putih dengan hiasan renda yang menempel di sekeliling kebaya dan dikenal dengan istilah Kebaya Noni.

Sita mengungkap busana para noni Belanda memang identik dengan renda-renda yang cantik nan mewah.

Mereka gemar mengekspresikan kekayaannya melalui busana-busana yang mereka kenakan setiap harinya.

“Kalau dulu, rendanya itu mewah, bahan dasarnya pun mewah ya. Jadi, orang-orang Belanda kan pasti pengin berkebaya juga, dan kelasnya mereka pengin tinggilah ya,” tambahnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Asal-usul Kehadiran Kebaya dan Perkembangannya di Indonesia

(mg/tiara eka maharani) (Kompas.com/Devi Patricia/Wisnubrata)

Penulis adalah peserta magang Universitas Sebelas Maret (UNS)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini