Dalam konstruksi kasus dijelaskan, Pemerintah Daerah Penajam Paser Utara mendirikan tiga BUMD yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang berubah nama menjadi perumda yaitu Perumda Benuo Taka, Perumda Benuo Taka Energi dan Perumda Air Minum Danum Taka.
Abdul Gafur selaku bupati periode 2018–2023 sekaligus Kuasa Pemegang Modal Perumda Benuo saat rapat paripurna R-APBD bersama dengan DPRD menyepakati penambahan penyertaan modal bagi Perumda Benuo Taka sebesar Rp29,6 miliar, Perumda Benuo Taka Energi (PBTE) disertakan modal Rp10 miliar dan Perumda Air Minum Danum Taka dengan penyertaan modal Rp 18,5 miliar.
Sekira Januari 2021, Baharun selaku Direktur Utama Perumda Benuo Taka Energi melaporkan kepada Abdul Gafur perihal belum direalisasikannya dana penyertaan modal bagi perusahaannya.
Atas laporan itu, Abdul Gafur memerintahkan Baharun mengajukan permohonan pencairan dana dimaksud.
Tak berselang lama, Abdul Gafur menerbitkan Keputusan Bupati PPU sehingga dilakukan pencairan dana sebesar Rp 3,6 miliar.
Pada Februari 2021, Direktur Utama Perumda Benuo Taka Heriyanto juga menyampaikan kepada Abdul Gafur perihal masalah serupa.
Tindakan yang sama dilakukan sehingga diterbitkan Keputusan Bupati PPU berupa pencairan dana sebesar Rp 29,6 miliar.
Sedangkan bagi Perumda Air Minum Danum Taka, Abdul Gafur menerbitkan Keputusan Bupati PPU dengan pencairan dana sebesar Rp 18,5 miliar.
"Namun demikian, tiga keputusan yang ditandatangani AGM (Abdul Gafur Mas'ud) tersebut diduga tidak disertai dengan landasan aturan yang jelas dan tidak pula melalui kajian, analisis serta administrasi yang matang sehingga timbul pos anggaran dengan berbagai penyusunan administrasi fiktif yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 14,4 miliar," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Alex menambahkan pencairan uang yang diduga melawan hukum dan menimbulkan kerugian negara selanjutnya dinikmati untuk keperluan pribadi.
Di antaranya Abdul Gafur diduga menerima sebesar Rp6 miliar dan dipakai untuk menyewa private jet, helikopter serta mendukung dana kebutuhan Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur.
Baharun diduga menerima sebesar Rp 500 juta dan digunakan untuk membeli mobil; Heriyanto diduga menerima sebesar Rp 3 miliar, digunakan sebagai modal proyek; dan Karim diduga menerima Rp 1 miliar digunakan untuk trading forex.
"Tim penyidik sejauh ini telah menerima pengembalian uang dari para pihak terkait perkara ini sejumlah sekitar Rp 659 juta melalui rekening penampungan KPK dan kami akan terus telusuri lebih lanjut untuk optimalisasi aset recovery," beber Alex.
Abdul Gafur sebelumnya telah dijerat dalam kasus suap terkait proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara. Selain itu, suap juga diduga terkait perizinan sejumlah hal.
Merujuk dakwaan, Abdul Gafur diduga menerima suap Rp 5,7 miliar. Atas perbuatannya, ia dihukum 5,5 tahun penjara.