Menurut pihak Emirsyah, memang terdapat penerapan pasal oleh KPK dan Kejaksaan Agung, di mana KPK menerapkan pasal suap, sedangkan Kejaksaan Agung pasal korupsi soal kerugian negara.
Namun pihak Emirsyah menilai bahwa rentetan peristiwa yang didakwakan tidak berbeda.
"Bahwa obyek pemeriksaan perkara a quo sama persis dengan perkara terdakwa yang pertama. Memang pasalnya berbeda. Tapi peristiwanya, peristiwa yang sama, yaitu peristiwa tentang pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 ATR72-600 dan kerugian operasional pesawat berdasarkan temuan Badan Pemeriksa k
Keuangan Republik Indonesia tahun 2016," ujar penasihat hukum Emirsyah, Monang Sagala di dalam persidangan.
Sedangkan terkait kerugian, pihak terdakwa menilai bahwa kerugian dalam operasional pesawat merupakan resiko bisnis.
"Dan operasional pesawat dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, terutama nilai tukar rupiah terhadap US Dollar," ujar Monang.
Selain itu, menurut Monang, kliennya telah menutupi kerugian tersebut dengan keuntungan operasional pesawat lain.
"Selama terdakwa menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, kerugian Pesawat Bombardier dan ATR72-600 ditutup dengan keuntungan operasional Pesawat Airbus dan Boeing. Subsidi silang sesuai fungsi BUMN," katanya.
Seluruh argumen dari kedua pihak ini disampaikan dalam persidangan jelang pembacaan vonis atau putusan Majelis Hakim.
Putusan akan dibacakan pada persidangan berikutnya, Rabu (31/7/2024).
"Hari Rabu tanggal 31 untuk pembacaan putusan. Insya Allah tidak ada halangan kami untuk membacakan itu ya," ujar Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh sebelum mengetuk palu persidangan.
Baca juga: Usai Ikut Bunuh Ayahnya, Perempuan Muda Ini Fitnah Korban Selingkuh hingga Tewas Bertengkar
Dalam perkara ini, Emirsyah telah dituntut bersama eks Direktur Utama (Dirut) PT Mugi Rekso Abadi (MRA), Soetikno Soedarjo.
Emirsyah dituntut 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti USD 86.367.019.
Sedangkan Soetikno dituntut 6 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, serta uang pengganti USD 1.666.667,46 dan 4.344.363,19 Euro Uni Eropa.
Dalam perkara korupsi pengadaan Pesawat Garuda ini, mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer JPU.
Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600, diwarnai saling bantah antara terdakwa mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung.
Kedua pihak saling membantah atas replik dan duplik yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/7/2024).