Nah, nanti tentunya kalau ini sampai terjadi, ada evaluasi internal, mengapa ini sampai terjadi demikian. Kemudian seperti kasus di Surabaya juga, itu mereka sekarang sedang melakukan internal, kenapa kok hakim sampai memutuskan mereka bebas muri? Ada apa, gitu kan?
Kembali kepada hakim itu adalah manusia. Yang tentu dia keyakinannya itu harus betul-betul didasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena suara hakim itu kan katanya suara Tuhan.
Nah, tentunya di sini, yang dalam satu proses hukum ini, apapun yang diputuskan oleh hakim, itu adalah harus bisa diterima. Sama dengan kasusnya pra-peradilannya Pegi Setiawan. Saya sebagai orang hukum, geli gitu kan ya. Kok dulu waktu ini belum kenal.
Tiba-tiba begitu dia menang, dia bilang kenal. Terus dalam otak saya ini kan, oh berarti ada sesuatu hakimnya dibujuk dan hakimnya kebetulan kena bujukannya dia. Apa? Kita bicara fakta. Saya tidak bicara namanya opini saya, enggak.
Faktanya dulu dia bilang enggak kenal, di sini dia bilang kenal, kan. Berarti ada sesuatu yang mungkin ini pun juga menjadi satu pertimbangan. Mungkin kan kalau di kehakiman ada Komisi Yudisial. Tapi itu bukan posisi saya.
Nah, ini pun sama. Kalau memang nanti dibuktikan bahwa tujuh terpidana itu tidak bersalah, berarti ada sesuatu yang salah. Kenapa hakim sampai yakin bahwa itu bersalah dan dihukum seberat-beratnya itu hukuman seumur hidup. Itu kan harus gitu.
Itu siapa yang menilai? Bukan kita. Yang menilai nanti ada Komisi Yudisial, masyarakat mungkin saja gitu.
Pak Ito, sepanjang pengalaman menjadi reserse sampai pensiun, pernah tidak mengalami peristiwa semacam ini?
Sangat pernah. Di Surabaya mungkin Mas Febby tahu kan, Surabaya. Pembunuhan mahasiswi di Petra. Oleh namanya Erwin, pacarnya. Menggunakan pembunuh bayaran namanya Bambang. Saya waktu itu, Kasatserse saya yang terakhir bintang dua, Pak Irjen Syafri Musa.
Baca juga: Saka Tatal Bantah Foto Jasad Eky-Vina Pernah Dihadirkan di Sidang: yang Ditunjukkan Hanya Baju Eky
Itu saya sangat sulit untuk mengatakan karena mereka dua-duanya tidak mengenal. Tuhan menunjukkan lain. Pada saat mereka duduk setelah diperiksa, tiba-tiba komunikasi. Dan kebetulan ruangannya kasatserse ada CCTV. Ada audionya.
Dia bilang, kok kamu ngaku? Lah kamu baru bayar saya separuh. Loh kan saya mau bayar kamu penuhnya kamu sudah lari.
Akhirnya dibawalah ke pengadilan dengan bukti itu. Jadi manusia boleh berbohong, Pak. Nah ini kan juga sama. Waktu katanya si Sudirman mengatakan si Pegi itu pelaku, Pegi bilang nggak kenal. Tapi setelah itu kok tiba-tiba Pegi bilang kenal.
Nah itu kita kan nggak tahu Pak, jalan Tuhan kan. Nah ini sekarang kita serahkan kepada masyarakat lah. Saya juga nggak ada urusan juga kok. Mereka mau dihukum, mau dibebaskan, nggak ada urusan. Hanya satu. Jangan mengatakan bahwa karena masalah ini kemudian digeneralisasi seolah-olah institusi polisi itu tidak profesional.
Itu saya nggak terima. Saya bertugas sebagai Kabareskrim. Sampai saya menjadi Duta Besar (Myanmar). Hal itu karena saya dinilai waktu jadi Kabareskrim saya berhasil. Kalau nggak, saya nggak jadi Duta Besar lima tahun lah.