"Salah satu agenda dalam Sidang Paripurna DPD, Jum'at (12/7/2024), pengesahan Tatib DPD. Dalam Tatib itu, ada pasal yang menyatakan, calon pimpinan harus orang yang tidak pernah mendapat sanksi dari Badan Kehormatan (BK) DPD. Pasal menjadi persoalan, karena ada yang pernah mendapat sanksi etik dari BK, tapi tetap ingin mencalonkan diri," tutur dia.
Menurut Djafar, kehadiran pasal tersebut dalam Tatib DPD, merupakan hal wajar dan normal. Bahkan, kata dia, baik untuk menjaga marwah dan kredibilitas lembaga di mata publik.
"Itu juga bukan aturan baru, sudah ada sebelumnya. Kalau sekarang dipersoalkan, seluruh anggota DPD dan publik bisa memahami, bahkan mencurigai adanya upaya penyusupan kepentingan di lembaga DPD," tandasnya.
Diketahui, Anggota DPD RI Dapil Papua Yorrys Raweyai merespons kericuhan antarsesama senator, saat Rapat Paripurna DPD RI yang digelar pada Jumat (12/7/2024) lalu.
Adapun pada saat itu, sejumlah Anggota DPD merangsek ke meja Pimpinan yang sedang memimpin jalannya persidangan bahkan sempat merebut palu sidang.
Yorrys Raweyai menilai kericuhan itu merupakan dinamika yang tidak terelakkan akibat gaya kepemimpinan LaNyalla Mahmud Mattalitti dan Nono Sampono selama ini.
Baca juga: Pengamat Hendri Satrio: Gerakan Perubahan di DPD Layak Didukung
“Ini adalah respons mayoritas Anggota DPD yang tidak lagi bisa dibendung. Kekecewaan demi kekecewaan akibat gaya kepemimpinan otoriter dan tertutup Pak LaNyalla dan Pak Nono sudah terakumulasi sejak lama, hingga memunculkan resistensi yang memuncak,” kata Yorrys kepada wartawan, Senin (15/7/2024).
Ketua Komite II DPD ini berujar, sejak awal seluruh Anggota DPD menaruh harapan besar pada Pimpinan DPD untuk membawa perubahan bagi kelembagaan DPD ke arah yang lebih baik.
Namun, seiring berjalannya waktu, perubahan tak kunjung terwujud.
“Pak La Nyalla dan Pak Nono telah memosisikan lembaga DPD seperti milik sendiri, di mana suara dan aspirasi kritis dan berbeda dari para anggota cenderung diabaikan,” ujar Yorrys.
Menurut Yorrys, puncak dari keresahan para anggota DPD itulah yang ditumpahkan pada Paripurna DPD kemarin.
Tata tertib versi perubahan yang hendak disahkan di paripurna, tidak melalui mekanisme dan prosedur yang benar, sebagaimana ditentukan dalam Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Tertib.
“Tata Tertib itu dibuat untuk mengatur dan mengelola kinerja DPD agar lebih maksimal dalam memberi dampak bagi rakyat. Karena itu, Tata Tertib harus dipahami dan disepakati bersama, termasuk setiap urgensi perubahan yang hendak ditawarkan,” ucap Yorrys.
Ketua MPR for Papua ini menganggap LaNyalla Mahmud Mattalitti dan Nono Sampono telah gagal menakhodai DPD.