Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memperpanjang batas waktu penghapusan merek terdaftar tak digunakan dari semula 3 tahun menjadi 5 tahun.
Hal ini sebagaimana perkara nomor 144/PUU-XXI/2023 terkait permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang dikabulkan MK.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan frasa '3 tahun' dalam norma Pasal 74 ayat (1) UU 20/2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai '5 tahun'.
"Sehingga, norma Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953) selengkapnya berbunyi 'Penghapusan Merek terdaftar dapat pula diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Niaga dengan alasan Merek tersebut tidak digunakan selama 5 (lima) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tangal pendaftaran atau pemakaian terakhir," kata Ketua MK Suhartoyo, saat membacakan amar putusan dalam sidang pembacaan putusan, di Gedung MK, Jakarta, Selasa (30/7/2024).
MK juga menegaskan, frasa "larangan serupa lainnya" dalam norma Pasal 74 ayat (2) huruf c UU 20/2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai mencakup 'termasuk dalam kondisi force majeure'.
Dalam pertimbangan hukum, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, ketentuan pengaturan batasan waktu non-use (tidak digunakan) selama 3 tahun berturut-turut bukan berarti secara otomatis bagi pemilik merek tersebut akan dihapus mereknya dari daftar merek.
Adapun Enny menjelaskan, UU 20/2016 telah menentukan alasan-alasan pengecualian penghapusan tersebut. Namun, menurutnya, alasan-alasan itu sama persis dengan yang pernah diatur sejak UU 14/1997 tanpa dilakukan evaluasi sesuai dengan perkembangan keadaan atau kondisi.
Selain itu, Mahkamah juga menyinggung pemberlakuan pembatasan ruang gerak manusia imbas adanya pandemi Covid-19 berdampak pada pemilik merek yang tidak dapat menggunakan merek terdaftar untuk memproduksi barang atau jasa sebagaimana kondisi normal.
"Namun dengan meperhatikan kondisi kekhususan perekonomian bangsa Indonesia yang bertumpu pada UMKM maka dinilai perlu dilakukan penyesuaian batas waktu non-use dalam penggunaan merek yang semula ditentukan selama '3 tahun' menjadi '5 tahun' berturut-turut," kata Enny.
"Dengan adanya penyesuaian tersebut memberikan ruang waktu yang cukup bagi pemiliki merek terdaftar dalam hal terjadi keadaan/kondisi di luar batas kemampuan manusia (force majeure), misalnya seperti bencana alam dan pandemi. Pemilik merek, in casu pengusaha skala UMKM masih memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan kembali produksi barang atau jasa dengan merek terdaftar," jelas Enny.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Kader PPP soal Aturan Ambang Batas Parlemen di Pemilu
Sebagai informasi, permohonan ini diajukan oleh Ricky Thio, seorang pengusaha UMKM dalam negeri yang memiliki hak merek "HDCVI & LOGO" yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.