TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 15 petugas Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pungutan liar (pungli) terhadap sejumlah tahanannya.
Mereka didakwa menerima uang sebesar Rp 6,3 miliar terkait kasus pungli terhadap sejumlah narapidana di lembaga antirasuah tersebut.
Adapun 15 orang eks petugas Rutan KPK itu menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2024).
Mereka yang telah didakwa bersalah yakni mantan Karutan KPK Achmad Fauzi, eks Pelaksana Tugas (Plt) Karutan KPK Deden Rochendi, eks Kepala Cabang Rutan KPK tahun 2021 Ristanta dan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK 2018-2022 Hengki.
Nama-nama lainnya adalah eks petugas Rutan KPK Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh dan Ramadhan Ubaidillah.
Jaksa dari KPK menyebut para terdakwa telah melakukan perbuatannya itu sekitar bulan Mei 2019 hingga Mei 2023 terhadap para narapidana korupsi di lingkungan Rutan KPK.
Perbuatan para terdakwa itu dianggap bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang, Peraturan KPK, dan Peraturan Dewan Pengawas KPK.
15 terdakwa juga diyakini Jaksa telah melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hal itu lantaran para terdakwa dianggap telah memperkaya dan menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain dalam perkara tersebut.
Berikut adalah fakta-fakta terkini mengenai kasus pungli di lingkungan Rutan KPK tersebut.
Gunakan Kode Khusus
Belasan petugas Rutan KPK itu diketahui menggunakan kode khusus untuk melakukan pungli terhadap para tahanan.
Baca juga: 15 Eks Pegawai Rutan KPK Didakwa Terima Pungli Dari Tahanan Rp 6,3 Miliar
Hal tersebut terungkap saat Jaksa KPK memnacakan surat dakwaan terhadap 15 mantan petugas Rutan KPK itu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat pada Kamis.
Dalam dakwaan itu, Jaksa KPK menyebut bahwa para terdakwa menggunakan istilah 'Lurah' dan 'Korting'.
Istilah 'Lurah' di sini, ditujukan untuk petugas yang berperan sebagai koordinator untuk mengakomodir pengumpulan uang setiap bulan dari para tahanan.