News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Judi Online

OJK Tutup 8.500 Pinjol Ilegal Sejak Tahun 2015, Terkendala Server di Luar Negeri

Editor: Erik S
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

(Ilustrasi) Puluhan tersangka judi online dan judi sabung ayam dipamerkan jajaran Polda Metro Jaya dalam pengungkapan kasus selama tiga bulan saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (31/6/2024).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap kendala yang kerap dihadapi ketika hendak memberantas pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online (judol).

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Perlindungan Konsumen, dan Edukasi OJK Frederica Widyasari Dewi mengatakan, pihaknya sudah menutup lebih dari 8.500 pinjol ilegal sejak tahun 2015.

"Namun memang masih ada beberapa kendala yang sering muncul, sama seperti judi online, sering servernya ini adanya di luar negeri," kata Kiki, sapaan akrabnya, dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (2/8/2024).

Baca juga: Ngabalin Bantah Sosok Inisial T Pengendali Judi Online Pernah Dibahas di Sidang Kabinet

Ia mengatakan, pemberantasan judi online dan pinjol ilegal dilakukan melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI). OJK juga disebut terus melakukan patrol siber bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Jadi, begitu OJK dan pihak terkait lainnya menerima laporan atau menemukan sendiri pinjol ilegal atau judi online itu, mereka langsung menutup aksesnya. Namun, lagi-lagi tantangan yang kerap dihadapi ketika ingin menutup akses pinjol ilegal atau judi online itu adalah servernya yang berada di luar negeri.

"Kadang-kadang mereka itu adanya di luar negeri, di mana yang seperti ini (judi online) di negara mereka legal. Nah ini memang challenge-nya seperti itu," ujar Kiki.

Ia pun mengatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mampu memberi penguatan dan perlindungan kepada konsumen dan masyarakat.

UU P2SK memungkinkan mereka yang melakukan aktivitas keuangan ilegal dan merugikan masyarakat bisa didenda hingga Rp 1 triliun dan penjara 10 tahun.

"Kami terus melakukan upaya-upaya, terus melakukan penutupan dan kami telusuri orang-orang ini," ucap Kiki.

"Memang tidak mudah untuk ditemukan, tetapi bekerja sama dengan Bareskrim Polri yang merupakan anggota Satgas PASTI, kita sedang merunut untuk kita bisa mengeksekusi menggunakan undang-undang P2SK ini," lanjutnya.

Kiki melanjutkan bahwa OJK bakal membentuk Anti Scam Center guna mencegah penipuan online yang kerap menimpa masyarakat. OJK akan menggandeng pihak perbankan dalam menjalankan Anti Scam Center.

Anti Scam Center nantinya akan menelusuri rekening-rekening yang digunakan para penipu untuk melakukan penipuan.

"Kita akan membentuk yang disebut Anti Scam Center, di mana ini kerja sama dengan berbagai pihak dan juga dengan sektor perbankan, sehingga bisa menengarai rekening-rekening yang banyak digunakan untuk
penipuan-penipuan ini," kata Kiki.

Baca juga: OJK Kewalahan Berantas Pinjol Ilegal dan Judi Online, Ini Penyebabnya

Ia mengatakan, pada beberapa kasus kerap kali uang masyarakat yang hilang itu pergerakannya cepat sekali dari satu rekening ke rekening lain.

Akibat susah ditelusuri, uang tersebut akhirnya sudah masuk ke marketplace yang mana menurut Kiki sudah tidak bisa terkejar lagi.

"Karena selama ini kan misalnya uangnya hilang, terus telfon ke bank, oh udah pindak ke bank ini, bank ini cari bank ini, ke rekening mana, oh enggak bisa karena kerahasiaan bank. Kadang-kadang berakhir di marketplace sudah engga bisa kekejar lagi," ujar Kiki.

Ditemui usai konferensi pers, Kiki mengatakan bahwa Anti Scam Center ini dibentuk seperti apa yang sudah dibuat oleh Singapura. Jadi, ini bukanlah sesuatu yang baru.

"Kita belajar dari negara lain bagaimana perbankan didudukkan dalam satu ruangan, kemudian ketika terjadi fraud scam yang dilaporkan masyarakat, bisa terkejar," ucap Kiki.

Baca juga: Beda Pendapat Mahfud MD dan Jokowi soal Sosok T Pengendali Judi Online di Indonesia

Ia berharap Anti Scam Center ini bisa memulihkan dana masyarakat yang hilang, walaupun tidak menjamin hal itu dapat terjadi.

"Enggak menjamin karena orang-orang itu kehilangan uang di rekening enggak sadar juga. Mereka sadar sudah besoknya atau sebulan berikutnya, nah itu biasanya sulit dikejar," tutur Kiki.

Ia menjelaskan, Anti Scam Center ini akan berada di bawah naungan Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI).

Nantinya, Anti Scam Centeri akan mencari tahu rekening-rekening mana yang sering dijadikan penampung untuk menyimpang uang hasil penipuan ini.

"Kemudian rekening-rekening mana yang akhirnya menerima sebagai beneficial owner dari aktivitas-aktivitas ilegal ini," jelas Kiki.

Ia menegaskan bahwa perbankan akan diwajibkan untuk gabung ke Anti Scam Center ini, apalagi bank-bank besar yang sering digunakan untuk penipuan. Untuk kapan Anti Scam Center ini akan mulai berjalan, Kiki mengatakan rencana ini sudah cukup lama dirancang, sehingga bisa disampaikan dalam waktu dekat.

Terpisah, Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto menilai pertumbuhan judi online di Indonesia begitu masif dengan daya rusak yang besar. Karena itu, pemberantasan judi online harus lebih komprehensif, masif, terintegrasi dan berkesinambungan dengan melibatkan masyarakat.

"Pemberantasan judi online harus diselesaikan dengan prirotas di tingkat hulu. Tangkap dan tindak tegas para bandar, beking, dan influencer judi online," kata Didik.

Baca juga: Wapres Maruf Minta Bareskrim Ungkap Inisial T Pengendali Judi Online, Agar Tak Jadi Polemik

Pemerintah melalui kewenangannya harus cepat dan tegas untuk menutup semua situs serta akses digital ke judi online. Simultan dengan itu, lakukan penegakan hukum dan pencegahan di tingkat hilir.

"Bersihkan institusi negara dari segenap perilaku menyimpang para oknum aparat dan pejabatnya. Jangan ada ruang toleransi sedikitpun kepada oknum aparat yang terlibat judi online. Ini bukan hanya moral hazard dalam perspekti moral dan etika, tapi lebih jauh dari itu adalah kejahatan atau tindak pidana," ujar Didik.

Didik juga berharap judi online tidak seperti fenomena gunung es. Banyak masalah di balik kasus itu yang juga harus diselesaikan pemerintah, seperti kemiskinan, pendidikan rendah, penegakan hukum, dan keseriusan pemerintah, khususnya sinergi antara lembaga yang utuh.

"Untuk itu melalui kewenangannya, pemerintah dan aparatnya tidak boleh ragu dalam menindak tegas judi online. Blokir, tutup dan tindak tegas. Matikan segera akses, situs, dan seluruh jejaring pendukung judi online. Terus bangun kerja sama dengan negara lain, karena kejahatan ini beroperasi secara lintas negara,"  katanya.

Menurut Didik, aparat penegak hukum harus lebih agresif dan masif dalam penindakan dan pemberantasan judi online. Penindakan hukum jangan hanya musiman. Tapi harus berkesinambungan hingga tuntas.

"Bukan hanya agen, pelaku, influencer serta penyerta lainnya saja yang ditindak, tapi yang utama adalah para bandar dan bekingnya," ujar Didik.(Tribun Network/daz/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini