Ajak Warga Doakan Almarhumah Vina, Tokoh Agama: Orang Kesurupan Tidak Bisa Dijadikan Petunjuk
Eri Komar Sinaga/Tribunnews.comĀ
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah tokoh agama dan tokoh masyarakat menekankan pentingnya menghormati almarhumah Vina dengan mendoakannya daripada memperdebatkan film yang dinilai banyak pihak sebagai fiksi.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah Cisantri Pandeglang Banten, Abuya Asep Nafis Imron Bustomi, juga angkat bicara mengenai fenomena ini.
Baca juga: Peran Mega dan Widi Jelang Kematian Vina 2016 Lalu: Pinjamkan Baju hingga Bantu Lantunkan Syahadat
"Kasus Vina ini mungkin bermula dari seseorang yang kesurupan kemudian viral karena adanya film. Kalau orang yang kesurupan itu, roh orang yang sudah meninggal tidak mungkin masuk ke dalam tubuh orang yang masih hidup. Yang masuk ke tubuh manusia adalah golongan jin," ujar Abuya Asep dalam sebuah acara diskusi publik, Senin (5/8/2024).
Abuya Asep menekankan bahwa fenomena kesurupan tidak bisa dijadikan alat bukti dalam kasus ini. Untuk itu sebaiknya doakan saja almarhumah Vina.
"Orang kesurupan tidak bisa dijadikan petunjuk atau referensi. Ini adalah jenis setan yang pengangguran," tegasnya.
Sementara itu dalam acara diskusi yang sama, KH Abu Hanifah, dai kondang asal Jakarta sekaligus pengasuh Ponpes Nurul Hijrah Kp Dukuh Kramat Jati Jakarta Timur, menambahkan bahwa setan selalu berusaha menggoda manusia dengan berbagai cara.
"Setiap orang meninggalnya berbeda-beda, ada yang jatuh, tenggelam, atau sakit. Sedangkan setan ketika terlempar dari surga sudah bersumpah akan menggoda manusia," kata KH. Abu Hanifah.
KH. Abu Hanifah juga menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak film ini.
Masyarakat diharapkan menghormati memori almarhumah dengan cara yang bijak dan penuh penghormatan.
Mengingat kebaikan dan mendoakan almarhumah jauh lebih bermanfaat daripada terjebak dalam polemik yang tidak membawa kemaslahatan.
"Film ini seharusnya tidak usah dibahas karena lebih berbahaya mengupas kejelekan-kejelekan yang sebetulnya tidak ada. Kita sebaiknya mengumumkan kebaikan-kebaikan orang yang sudah meninggal," tambahnya.
Sementara itu, Ketua Presidium JARI '98, Willy Prakarsa mengatakan pada dasarnya memberikan apresiasi kepada para pekerja seni yang terlibat dalam film Vina.
Namun, Willy mengingatkan kejadian tersebut sudah lama.
"Setelah saya amati dan cermati, 89 persen dari film itu adalah fiksi. Kalau sekarang di media mengangkat film itu, saya dan kawan-kawan sebagai aktivis apresiasi para pekerja seni, tapi kejadiannya sudah lama dan secara yuridis sudah selesai, tak perlu diungkit atau dibahas," jelas Willy diskusi tersebut, Senin (5/8/2024).
Menurut Willy, membahas kasus yang telah tuntas hanya akan membuang tenaga, pikiran, dan waktu.
Lulus Sensor
Film 'Vina: Sebelum 7 Hari' sebelumnya menjadi sorotan.
Perbincangan publik sola film itu berkisarar dari mulai kembali diangkatnya kasus pembunuhan Vina Cirebon hingga memunculkan adegan kekerasan terhadap wanita.
Namun demikian film tersebut sudah dinyatakan lulus sensor oleh Lembaga Sensor Film (LSF).
Nasrullah Ketua Komisi I LSF kemudian mengungkapkan alasannya meloloskan film Vina: Sebelum 7 Hari.
"Ada empat kriterianya film itu diloloskan, adegan dialog cocok untuk 17 tahun kalau ada kekerasan dan pornografi itu disajikan secara proporsional," kata Nasrullah dalam jumpa pers yang digelar di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Kemudian adegan dalam film garapan Anggy Umbara itu dinilai masih dalam batas wajar. Mengingat film tersebut memiliki klatifikasi usia 17 tahun ke atas.
Begitupun pada adegan pemerkosaan yang dianggap tidak mengandung unsur pornografi dalam pengambilan gambarnya.
"Ketika mau diperkosa saya tidak melihat adegan tidak ada sehelai benang pun di tubuh (karakter) Eky dan Vina," ujar Nasrullah.
"Itu sudut pengambilan gambar dari wajah Vina memang Vina diambil gambar shootnya dari bawah. Kalau pronografi (kita) gak lihat juga tapi orang lihatnya ini diperkosa, tapi di kepala," tambahnya.
Hal lain ikut disampaikan oleh Ketua LSF, Rommy Fibry Hardiyanto. Ia memastikan semua adegan terlihat proporsional. Kemudian tidak ada alasan bagi LSF untuk tidak meloloskan film Vina: Sebelum 7 Hari tayang di bioskop dengan ketentuan umur 17 tahun ke atas.
"Kalau film sekelas itu adegannya diberi klasifikasi semua umur hingga anak-anak nonton nah itu tentu akan bermasalah," kata Rommy.
"Tapi karena adegan yang ada dengan proporsi adegan yang ada maka alasan mengklasifikasikan 17 tahun ke atas," tambahnya.