TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan terdakwa kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh kembali digelar di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (12/8/2024).
Pada persidangan kali ini Jaksa KPK hadirkan dua saksi ke persidangan. Saksi pertama Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK, Deny Setianto.
Kemudian saksi kedua orang terdekat dari terdakwa yakni Bahdar Saleh, kakak kandung dari Gazalba Saleh.
Di persidangan, Hakim Ketua, Fahzal Hendri menerangkan untuk saksi Bahdar Saleh bisa mengundurkan diri menjadi saksi. Atau menjadi saksi tapi tak perlu disumpah.
“Kenal dengan Pak Gazalba Saleh? Ada hubungan keluarga,” tanya hakim di persidangan.
“Kenal Yang Mulia, adik kandung saya,” jawab Bahdar.
“Sebetulnya saudara bisa mengundurkan diri sebagai saksi itu ketentuannya. Yang kedua saudara bisa jadi saksi tanpa disumpah,” jelas hakim.
Kemudian majelis hakim menanyakan kepada JPU KPK kesedian saksi Bahdar jika tak disumpah di persidangan. JPU KPK lalu tak mempersoalkan hal tersebut.
Meski tak perlu disumpah, Bahdar di persidangan mengaku enggan bersaksi di persidangan.
“Saya tetap mengundurkan diri Yang Mulia sebagai saksi,” jelas Badhar.
Merespon hal itu Majelis hakim menegaskan saksi Bahdar mengapa tak mau jadi saksi meski tak disumpah.
“Tanpa sumpah pun saudara keberatan,” tegas jaksa.
Baca juga: Fify Mulyani Ternyata Pernah Minta Hakim Agung Gazalba Saleh Urus Listrik Hingga Mebel di Rumahnya
Kemudian hakim menanyakan apakah saksi Bahdar mau disumpah. Saksi Badhar lalu menolak hal tersebut.
Selanjutnya majelis hakim meminta saksi Badhar tetap bersaksi di persidangan.
“Nanti diambil saja keterangannya. Saudara kan pernah memberikan keterangan ke penyidik. Kalau tidak disumpah pun saudara pernah diperiksa penyikdik dulu oleh KPK. Kalau saudara beri keterangan tanpa sumpah ini juga keterangannya (Keterangan dipenyidik),” tegas Hakim Ketua, Fahzal Hendri.
Sebagai informasi, perkara yang menyeret Gazalba Saleh sebagai terdakwa ini berkaitan dengan penerimaan gratifikasi 18.000 dolar Singapura dari pihak berperkara, Jawahirul Fuad.
Jawahirul Fuad sendiri diketahui menggunakan jasa bantuan hukum Ahmad Riyad sebagai pengacara.
Selain itu, Gazalba Saleh juga didakwa menerima SGD 1.128.000, USD 181.100, dan Rp 9.429.600.000.
Jika ditotalkan, maka nilai penerimaan gratifikasi dan TPPU yang dilakukan Gazalba Saleh senilai Rp 25.914.133.305 (Dua puluh lima miliar lebih).
Penerimaan uang tersebut terkait dengan pengurusan perkara di lingkungan Mahkamah Agung.
"Bahwa terdakwa sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung RI, dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar Amerika serta Rp 9.429.600.000,00," kata jaksa KPK dalam dakwaannya.
Akibat perbuatannya, dia dijerat dakwaan primair: Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Hakim Agung itu juga diduga menyamarkan hasil tindak pidana korupsinya, sehingga turut dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam dakwaan TPPU, Gazalba Saleh dijerat Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.