TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona, buka suara mengenai Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tentang pembatalan Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Diketahui, Putusan PTUN Jakarta Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT, menyatakan membatalkan keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tertanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai MK masa jabatan 2023-2028.
Yance menilai, putusan PTUN Jakarta tersebut menunjukkan bahwa ada yang salah dengan pengadilan di Indonesia.
"Putusan PTUN tersebut menunjukkan bahwa pengadilan kita memiliki penyakit disfungsi yang akut," kata Yance, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Rabu (14/8/2024).
Menurut Yance, pengadilan seharusnya bekerja menegakan hukum dan etika.
Namun dalam kasus ini, PTUN Jakarta justru membatalkan suatu penetapan yang hadir sebagai tindaklanjut dari putusan peradilan etik, yakni Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK karena pelanggaran etik.
Kemudian, ia mengatakan, tidak ada kekosongan hukum jika MK tidak mau melaksanakan putusan a quo.
"Kalau MK mengabaikan dan tidak mau melaksanakan putusan PTUN maka tidak terjadi kekosongan hukum," jelasnya.
"Alternatif lain bisa saja Suhartoyo (Ketua MK) mengajukan banding dan putusan PTUN tidak perlu dilaksanakan sampai ada putusan oleh pengadilan tingkat banding," imbuh Yance.
Baca juga: MK Tunggu Salinan Putusan PTUN Soal Pembatalan Pengangkatan Suhartoyo Sebelum Dibahas di RPH
Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan yang diajukan hakim konstitusi Anwar Usman perihal pengangkatan hakim Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam Putusan Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT, PTUN mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Anwar Usman.
"Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian," demikian petikan putusan PTUN dikutip dari laman direktori Mahkamah Agung.
Dalam putusannya PTUN menyatakan keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tertanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai MK masa jabatan 2023-2028 batal atau tidak sah.
Maka itu PTUN Jakarta mewajibkan surat keputusan tersebut dicabut.
"Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Dr Suhartoyo SH MH sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028," bunyi amar putusan PTUN itu.
PTUN juga mengabulkan permohonan Anwar Usman untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai Hakim Konstitusi seperti semula.
Namun, PTUN Jakarta tidak mengabulkan permohonan Anwar Usman untuk dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua MK masa jabatan 2023-2028 seperti semula.
PTUN juga tidak menerima permohonan penggugat agar menghukum MK membayar uang paksa sebesar Rp. 100,- (seratus rupiah) per hari, apabila tergugat lalai dalam melaksanakan putusan ini, terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Namun demikian putusan tersebut belum inkrah, lantaran MK masih bisa mengajukan banding.
Sebagai informasi, Anwar Usman sebelumnya menggugat Suhartoyo sebagai Ketua MK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Berdasarkan data dalam sistem informasi penelusuran perkara atau SIPP PTUN Jakarta, gugatan tersebut diajukan Anwar, pada Jumat (24/11/2023).
Dalam gugatannya Anwar Usman meminta PTUN menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028.