Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU Kesehatan disusun tanpa melalui proses yang semestinya.
Salah satunya, tidak melibatkan pemangku kepentingan yang terdampak, dalam hal ini industri hasil tembakau (IHT).
Perihal ini, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) APTI Pamekasan, Samukrah menimbang untuk mengajukan uji materiil atau formil di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun hal ini tengah dikaji apakah maju ke MK atau mengerahkan para petani tembakau untuk melangsungkan aksi.
“Kami akan diskusi internal dulu, tapi dalam waktu dekat kami akan putuskan sikap kami,” kata Samukrah dalam keterangannya, Sabtu (17/8/2024).
Samukrah menerangkan, sebelum PP yang menjadi aturan pelaksana UU Kesehatan ini diterbitkan, pihaknya sudah mendesak pemerintah melibatkan setiap pemangku kepentingan dalam pembahasannya.
Baca juga: Asosiasi Petani Tembakau Tolak PP Kesehatan, Alasannya Mengancam Lapangan Kerja
Namun hingga beleid tersebut diteken Jokowi, permintaan itu tak diindahkan pemerintah. Padahal petani tembakau jadi pihak yang paling terimbas dalam aturan ini.
“Artinya kan pembahasan aturan ini menjadi tidak transparan. Siapa pihak yang dilibatkan? Saya nggak tahu. Yang jelas kami tidak dilibatkan dan tentunya aspirasi kami tidak diakomodir,” katanya.
Dirinya mengaku juga sudah mendalami isi aturan pelaksana UU Kesehatan itu, dan mendapat itak adanya satu aturan pun yang berpihak terhadap industri maupun petani industri hasil tembakau. Satu diantaranya adalah beberapa pembatasan penjualan produk tembakau.
“Kalau industri nanti tidak jalan, pasti akan berimbas pada petani tembakau juga. Nggak laku lah jadinya hasil panel dari petani tembakau. Sementara, saat ini belum ada komoditas lain yang nilai jualnya setara dengan tembakau,” kata dia.
Jika industri hasil tembakau terdampak, ia menyebut hal itu juga akan berpengaruh terhadap penerimaan negara. Sebab jika produksi industri turun, maka pendapatan negara juga ikutan berkurang.
Hal itu juga disebut bakal berefek domino terhadap pasokan bahan baku, dan petani. Padahal, pemerintah seharusnya menjamin kesejahteraan rakyat dan punya tujuan pengentasan kemiskinan. Hal ini dipandang bertentangan dengan muatan PP Nomor 28/2024.
“Jadi, pengurangan kemiskinan yang katanya akan dientaskan supaya kita jadi negara adidaya, ya jadi bisa tidak terjadi,” katanya.