News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2024

Koalisi 9 Organisasi Pers Bikin Seruan Lawan Oligarki, Ajak Media Pertahankan Demokrasi

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana ruang sidang paripurna DPR RI yang tampak kosong Kamis pagi, 22 Agustus 2024. DPR memutuskan menunda rapat paripurna pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah hari ini.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi lintas organisasi pers yang terdiri dari 9 organisasi pers mengeluarkan seruan media menyikapi kondisi politik Indonesia saat ini yang mengalami kemunduran demokrasi.

Koalisi 9 organisasi pers mengecam keras upaya DPR menganulir dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Selasa lalu, 20 Agustus 2024.

Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang mempertegas syarat batas usia pencalonan kepala daerah harus terpenuhi pada saat pendaftaran.

Upaya menganulir 2 keputusan lembaga konstitusi tertinggi tersebut dipertontonkan secara angkuh melalui proses legislasi rancangan undang-undang (RUU) Pilkada secara kilat, yang sudah tentu tidak mematuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

Koalisi Lintas Organisasi Pers tersebut terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya, Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) dan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet).

Berikut isi pernyataan bersama Koalisi Lintas Organisasi Pers yang diterbitkan Kamis pagi, 22 Agustus 2024 bersamaan dengan digelarnya Rapat Paripurna DPR yang akan mengesahkan RUU Pilkada: 

Demokrasi kita kembali terancam. Gejala ini makin terlihat dari situasi politik terkini, yang oleh kelompok penguasa berupaya merongrong konstitusi demi tujuan pragmatisme kekuasaan.

Elit-elit kekuasaan tanpa malu-malu menganulir dua putusan Mahkamah Konstitusi baru-baru ini.

Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang mempertegas syarat batas usia pencalonan kepala daerah harus terpenuhi pada saat pendaftaran.

Baca juga: BREAKING NEWS: DPR Sepakat Tunda Sidang Paripurna Pengesahan RUU Pilkada

Upaya menganulir 2 keputusan lembaga konstitusi tertinggi tersebut dipertontonkan secara angkuh melalui proses legislasi rancangan undang-undang (RUU) Pilkada secara kilat, yang sudah tentu tidak mematuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

Tercium aroma busuk di balik niat untuk merevisi undang-undang pilkada ini setelah putusan MK, hingga menyisakan pertanyaan tentang masa depan konstitusi dan demokrasi kita.

Bukan kali ini saja penyimpangan kekuasaan dalam proses legislasi.

Beberapa regulasi krusial yang mulus dikebut dalam waktu singkat seperti Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, UU Minerba, revisi UU KPK, UU Ibu Kota Negara (IKN) tanpa asas transparansi dan partisipasi masyarakat.

Padahal banyak RUU yang lebih mendesak untuk kepentingan masyarakat seperti RUU Masyarakat adat, RUU Perampasan Aset, Perlindungan Data Pribadi, dan sebagainya.

Di tengah situasi ini, peran pers dan jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi tidak boleh lagi melunak pada upaya-upaya kekuasaan yang hendak melumpuhkan demokrasi.

Bila Putusan MK bisa mereka anulir dalam waktu sekejap, bukan tidak mungkin undang-undang yang menjamin kebebasan pers, berpendapat dan berekspresi, pelan-pelan dilucuti dengan mudah sampai kita menuju era kegelapan.

Baca juga: Pagi Ini DPR Didemo Rakyat, Tadi Malam Anies Hadiri Doa Bersama Warga Susun Kunir di Pademangan

Setidaknya upaya ini pernah dicobakan pada rencana revisi undang-undang penyiaran yang muatannya justru menjurus pada pemberian ruang kontrol negara terhadap isi siaran.

Pada situasi saat ini, pers profesional harus melontarkan kritik tajam terhadap pemerintahan demi menjaga masa depan kebebasan dan demokrasi.

Rezim pemerintahan Jokowi memang tidak membredel media, namun banyak praktek selama ini justru mengancam kebebasan pers, berpendapat, dan berekspresi.

Seperti kekerasan terhadap jurnalis yang terus meningkat, represi kritik di ranah digital, hingga upaya-upaya “membeli” ruang redaksi untuk membangun citra positif pada kebijakan kontroversi yang ditentang oleh rakyat.

Atas dasar itu, kami yang tergabung dalam Koalisi Lintas Organisasi Pers menyatakan dan menyerukan:

Demokrasi kita terancam dan pers wajib membelanya.

Mengingatkan media dan jurnalis tetap independen dan profesional dalam memberitakan kebenaran serta tidak takut menyajikan informasi yang akurat, kritis, dan terverifikasi dan tidak mudah diintervensi.

Di tengah situasi politik yang kisruh saat ini, mengingatkan pemerintah untuk menjamin perlindungan media dan jurnalis dalam menjalankan kerja jurnalistik melaporkan informasi kepada publik.

Pemerintah untuk menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara dengan tidak merepresi pendapat dan kritik di berbagai kanal, termasuk ruang digital.

Jakarta, 22 Agustus 2024

KOALISI LINTAS ORGANISASI PERS (sesuai abjad)

1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
2. Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI)
3. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers
4. Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ)
5. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya
6. Pewarta Foto Indonesia (PFI)
7. Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK)
8. Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI)
9. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini