News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

Adik Bos Sriwijaya Air Segera Disidang di Kasus Timah

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Dodi Esvandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar kepada awak media, Senin (12/8/2024) di Kompleks Kejaksaan Agung.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung telah merampungkan penyidikan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang menyeret Fandy Lingga (FL), adik dari Hendry Lie, Founder Sriwijaya Air.

Berkas perkara juga telah dilimpahkan kepada tim penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (23/8/2024).

Selain berkas perkara, tim penyidik juga melimpahkan barang bukti dan kewenangan penahanan Fandy Lingga ke penuntut umum.

"Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti atau Tahap II atas Tersangka FL kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar dalam keterangannya, Jumat (23/8/2024).

Di antara barang bukti yang dilimpahkan, terdapat dokumen serta aset berupa tanah dan bangunan.

Namun Kejaksan Agung tak merinci aset tanah dan bangunan terafiliasi Fandy Lingga yang kewenangan penyitaannya dilimpahkan ke penuntut umum.

Baca juga: Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis Ungkap Nego 50 Persen Jatah Ekspor Berujung hanya 5 Persen

"Tim Penyidik turut menyerahkan sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Tersangka FL antara lain berupa dokumen serta tanah dan bangunan," kata Harli.

Begitu perkara dilimpahkan, maka tim penuntut umum akan menyusun dakwaan.

Penyusunan dakwaan itu sebagaimana ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dilakukan sebagai persyaratan menuju meja hijau atau pengadilan.

Dalam perkara ini Fandy Lingga bersama sang kakak, Hendry Lie, dijerat karena diduga berperan mengkondisikan pembiayaan kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah sebagai bungkus aktivitas kegiatan pengambilan timah dari IUP PT Timah.

Sebagai Marketing PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Fandy turut membuat perusahaan boneka, CV SMS dan CV BPR.

"Tersangka FL selaku Marketing PT TIN telah turut serta dalam kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah dengan PT Timah Tbk dan turut membentuk CV BPR dan CV SMS sebagai perusahaan boneka untuk melaksanakan kegiatan ilegalnya," kata Harli.

Fandy menjadi tersangka ke-18 yang dilimpah ke penuntut umum.

Baca juga: Profil Mukti Juharsa, Perwira Tinggi Polri yang Disebut dalam Sidang Korupsi Timah Harvey Moeis

Dengan demikian, maka tersisa empat tersangka yang perkaranya masih di bawah kewenangan tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung, yakni:

  • Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono;
  • Eks Plt Kadis ESDM Bangka Belitung, Supianto;
  • Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW); dan
  • Owner PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Hendry Lie (HL).

Baca juga: Nama Eks Gubernur dan Kapolda Babel Ikut Disebut dalam Sidang Kasus Korupsi PT Timah

Ada 11 tersangka yang kewenangan perkaranya di penuntut umum, yakni:

  • M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah periode 2016 hingga 2021;
  • Emil Emindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017 sampai 2018;
  • Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP;
  • Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku Eks Komisaris CV VIP;
  • Gunawan (MBG) selaku Direktur Utama PT SIP;
  • Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP;
  • Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS;
  • Rosaina (RL) selaku General Manager PT TIN;
  • Tamron alias Aon sebagai pemilik CV VIP;
  • Achmad Albani (AA) selaku manajer Operasional CV VIP; dan
  • Marketing PT Tinindo Internusa (TIN), Fandy Lingga.

Baca juga: Sidang Harvey Moeis Seret Jenderal Polri, Berperan Umumkan Kesepakatan Kuota Ekspor Timah di Grup WA

Kemudian ada tujuh orang yang perkaranya sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat:

  • Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana;
  • Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo;
  • Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani;
  • Perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), Harvey Moeis;
  • Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim;
  • Direktur Utama PT RBT, Suparta; dan
  • Direktur Pengembangan PT RBT, Reza Andriansyah.

Baca juga: Fakta Sidang Harvey Moeis: Jenderal Polri Umumkan Kesepakatan Kuota Ekspor Timah di Grup Whatsapp

Lalu seorang lainnya menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Pangkalpinang, yakni Toni Tamsil alias Akhi, adik bos timah Bangka Belitung, Tamron yang dijerat obstruction of justice atau perintangan proses hukum.

Dalam perkara ini, total ada enam orang yang juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni: Harvey Moeis, Helena Lim, Suparta, Tamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suwito Gunawan.

Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, terungkap bahwa mereka saling berkongkalikong terkait penambangan timah ilegal di Bangka Belitung dalam kurun waktu 2015 sampai 2022.

Akibatnya, negara merugi hingga Rp 300 triliun berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Izin Usaha Pertambangan di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024.

"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," kata jaksa penuntut umum.

Baca juga: Suparta, Dirut PT Refined Bangka Tin Didakwa Terima Uang Hasil Korupsi Timah Rp 4,5 Triliun

Dalam perkara ini, mereka dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan yang terkena TPPU, dijerat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian yang terjerat OOJ dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini