News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ubah Hama Jadi Daya, Cara Cerdik Warga Waduk Cengklik Manfaatkan Enceng Gondok Menuju Mandiri Energi

Penulis: Isti Prasetya
Editor: Febri Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga tengah mengambil eceng gondok di Waduk Cengklik

TRIBUNNEWS.COM, BOYOLALI - Merebaknya tanaman enceng gondok menjadi ancaman bagi keseimbangan ekosistem di Waduk Cengklik, Boyolali, selama beberapa tahun lalu.

Tanaman apung tersebut bahkan pernah menutupi hampir tiga perempat waduk yang memiliki luas lebih kurang 240 hektare tersebut.

Jamaknya enceng gondok seringkali membuat laju nelayan di Waduk Cengklik terhambat ketika mencari ikan, pun karamba jaring apung ikan warga menjadi tidak optimal.

"Selain itu enceng gondok memicu pendangkalan dan dari sisi pariwisata juga menggangu pemandangan," kata anggota kelompok Masyarakat (Pokmas) Ngudi Tirto Lestari Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Dalmanto ketika berbincang dengan Tribunnews, pertengahan Agustus 2024.

Menurutnya, enceng gondok dapat tumbuh dengan sangat cepat ketika musim penghujan tiba sehingga menjadi hama yang mengganggu petani ikan maupun nelayan.

"Kalau yang nyari ikan itu bisa ngalangi kapal, membuat jaring nyangkut, dan yang parah yang punya karamba jaring apung, karena enceng gondok membuat pendangkalan serta mengurangi kadar oksigen di air, akibatnya ikan tidak tumbuh sesuai harapan," terangnya.

Enceng gondok tak mudah dihilangkan karena dapat berkembang biak dengan cepat, sehari dibabat, beberapa hari kemudian bisa tumbuh lagi dengan jumlah yang sama bahkan lebih banyak.

"Pembersihan sudah sering dilakukan dan dari situ muncul masalah baru, yakni limbah enceng gondok yang menumpuk di pinggir, biasanya dibakar, namun lama kelamaan juga tidak efektif karena asapnya membuat polusi,” kata dia.

Solusi muncul ketika Pokmas membuat program Masyarakat Sobokerto Peduli Waduk Cengklik (Massopili) untuk belajar pengelolaan limbah enceng gondok menjadi berbagai macam manfaat pada 2022.

“Kami belajar ke Boyolali, ke Musuk, pembuatan biogas dari limbah, kalau disana pakai sisa sayuran yang busuk, kami aplikasikan di sini pakai enceng gondok dan ternyata bisa,” kata pria berusia 54 tahun ini.

Ia mengakui mendapatkan bantuan dari pihak ketiga dalam usaha memanfaatkan limbah enceng gondok ini.

Kebutuhan alat-alat untuk mengolah eceng gondok mulai diinvetarisasi, seperti alat untuk mencacah, dan tong digester (untuk fermentasi) yang semuanya dibiayai penuh melalui Corporate Social Responsibility (CSR) dari BUMN.

Adapun proses pemanfaatan enceng gondok dimulai dengan mencacah enceng gondok lalu dicampur dengan kotoran sapi dengan perbandingan 70 persen eceng gondok, 30 persen kotoran sapi dan ditambah cairan fermentasi untuk mempercepat proses.

“Setelah itu cacahan enceng gondok dibungkus dengan terpal, tiap seminggu sekali diaduk dan minggu ketiga atau keempat dimasukan digester.”

"Dari 100 kg enceng gondok bisa menghasilkan 70 kilogram pupuk padat dan 40 liter pupuk cair. Sudah diuji coba di perkebunan warga dan hasilnya bagus," imbuh Dalmanto.

Hasil lain yakni adanya biogas yang muncul dari proses pembuatan pupuk tersebut yang digunakan warga untuk memasak sehari-hari.

Biogas yang muncul biasanya ditampung warga dalam ban dalam bekas yang kemudian dipergunakan untuk memasak.

“Satu ban truk itu di satu rumah bisa dipakai 2 hari sampai  seminggu tergantung pemakaian, yang jelas bisa hemat dari beli gas melon,” ungkapnya sembari tertawa.

Sebelum dipakai secara massal pernah dilakukan pengujian penggunaan biogas dalam ban untuk memasak, hasilnyua ban bekas itu terbukti efektif dan aman.

Pengujian itu juga untuk meyakinkan anggota kelompok bahwa memasak menggunakan biogas yang ditampung di dalam ban itu aman dan tidak berbeda dengan gas LPG. 

“Awalnya, warga tak takut. Takut meledak dan sebagainya. Tetapi, setelah diajak ke sini, melihat langsung, mereka mulai percaya,” kata dia.

Dengan penggunaan biogas sebagai bahan bakar memasak, warga kini bisa lebih berhemat.

“Yang pasti kan manfaatnya mengurangi gas LPG sehingga anggaran beli gas LPG bisa dipakai untuk yang lain,” ungkapnya.

Hasilkan 3 jenis manfaat

Dari pengolahan enceng gondok yang dilakukan warga Sobokerto ini bisa membawa setidaknya tiga manfaat.

“ Yang pertama pupuk padat, kemudian pupuk cair yang kami panen dari digester dan yang terakhir biogas,” kata Dalmanto.

Pupuk padat organik dan pupuk cair dimanfaatkan warga desa untuk memupuk tanaman sayuran yang ada dusun setempat.

Menurut Dalmanto, penggunaan pupuk dari pengolahan enceng gondok bisa membuat masa panen sayuran lebih cepat.

“Hitungannya kalau ke nilai ekonomi ya petani senang, misalnya kangkung atau sawi bisa panen seminggu lebih cepat daripada yang tidak diberi pupuk, ujungnya kan dalam setahun bisa nambah jumlah panenan”

Nilai ekonomi lainnya dari penghematan penggunaan biogas untuk kebutuhan memasak di puluhan rumah tangga di Desa Sobokerto.

Manfaat tidak langsung, lanjutnya, adalah Waduk Cengklik yang bersih dari enceng gondok sehingga meningkatkan daya tarik untuk wisata.

Pemanfaatan eceng gondok yang sudah dirasakan warga Dukuh Turibang, Desa Sobokerto diharapkan dapat ditiru dan dirasakan warga dari dusun lain.

Lurah Sobokerto, Surahmin mendukung segala upaya untuk pengolahan eceng gondok yang mengganggu kegiatan warga menjadi produk-produk yang bermanfaat.

“Kami terus memantau, mendukung dan hadir di tengah-tengah mereka, memperjuangkan agar kegiatan ini terus berjalan bahkan lebih luas dan menjadi keuntungan bagi mereka sendiri sebagai pelakunya,” ucap dia.

“Ini baru dimanfaatkan warga sekampung sudah sangat bagus, kedepan kami harap bisa dimanfaatkan warga satu desa, bahkan meluas ke kecamatan dan seterusnya,” bebernya.

Menuju Desa Mandiri Energi

Dalam skala yang lebih luas, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah mendorong desa-desa di Jawa Tengah agar mandiri energi. 

Hal itu dilakukan di antaranya melalui program Desa Mandiri Energi.

Program Desa Mandiri Energi merupakan program nasional yang kemudian dipertajam di Jawa Tengah.

Dalam implementasinya di Jawa Tengah, Desa Mandiri Energi dikategorikan menjadi tiga bagian yakni kategori Inisiatif, kategori Berkembang dan kategori Mapan.

Desa Mandiri Energi kategori Inisiatif apabila desa tersebut sudah memiliki inisiatif untuk memanfaatkan energi di desanya secara sistematis.

Kategori Berkembang apabila desa sudah memiliki upaya dan program yang jelas dalam kemandirian energi tetapi produksinya belum mencapai 60 persen.

Lalu, kategori Mapan apabila pemenuhan energi yang dikembangkan desa itu sudah mencapai 60 persen.

Saat ini sudah ada lebih dari 2300 desa di Jawa Tengah yang berstatus Inisiatif.

Kemudian untuk yang berstatus Berkembang masih belum banyak yaitu di bawah 100. Sedangkan untuk kategori Mapan masih di bawah 10.

Dengan banyaknya Desa Mandiri Energi, pemerintah berharap kemandirian energi di desa di Jawa Tengah betul-betul terwujud.

Adapun potensi pengembangan energi terbarukan di Jawa Tengah masih sangat potensial.

Ada beragam jenis energi terbarukan yang sudah dikembangkan di Jawa Tengah mulai dari bioterma atau panas bumi, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), biogas, wind energy atau energi angin dan wafe energy atau energi tenaga gelombang laut.

Khusus biogas, meski skalanya kecil, namun juga untuk mengatasi persoalan sampah.

Biogas biasanya dalam skala kecil, dengan ada  tujuan besarnya disamping energi juga mengatasi limbah.

Selain tujuan kemandirian energi, karena yang dikembangkan dalam Desa Mandiri Energi ini adalah energi terbarukan, pemerintah ingin mengupayakan terjadinya transisi energi.

Yakni mengambil peran menggeser konsumsi energi yang bersumber dari fosil, minyak, gas dan batubara, beralih ke energi terbarukan.

Potensi Biogas Jawa Tengah

Manager Program Sustainable Energy Access dari lembaga Institute for Essential Services Reform (IESR), Marlistya Citraningrum mengatakan, menilik dari kegiatan usaha peternakan, pembuatan makanan yang limbahnya memiliki potensi biogas seperti tahu dan tempe, beberapa kabupaten di Jawa Tengah bisa menjadi lokus pengembangan biogas khususnya yang memiliki banyak sektor usaha tersebut.

Penyediaan teknologi digester saat ini juga cukup terbuka, karena tidak perlu "alat”  khusus melainkan desain tangki dan perpipaan yang sesuai, jadi bisa dilakukan secara mandiri.

Pembangunannya juga bisa dilakukan gotong royong atau komunal. "Lembaga pembiayaan bisa membantu percepatannya dengan menyediakan skema pembiayaan ringan atau khusus sehingga lebih mudah diakses masyarakat," paparnya kepada Tribunnews.com, Jumat (18/8/2023) lalu.

Khusus biogas kotoran ternak, lanjut Citra, pemanfaatan biogas jenis tersebut sama halnya seperti energi dari bahan bakar lain, bahan baku diperlukan terus menerus untuk memastikan sumber energi (berupa gas) dihasilkan secara kontinyu.

Citra dalam studi IESR melalui buku Akses Energi Bersih dan Pengaruhnya pada Kewirausahaan Perempuan mengungkapkan,  penggunaan biogas menciptakan lingkungan memasak yang nyaman dan bersih bagi perempuan.

Selain itu, biogas yang menghasilkan bioslurry dapat dimanfaatkan oleh para petani untuk menyuburkan tanah mereka menjadi lebih gembur dan mereka dapat mengurangi pembelian pupuk kimia.

"Penggunaan biogas tidak hanya memberikan kontribusi terhadap ekonomi dan peningkatan kualitas lingkungan, namun juga mendorong terjadinya proses transformasi sosial, termasuk upaya untuk menguatkan kapasitas dan hak kelompok perempuan," tulisnya dalam studi tersebut.

Terpisah Kepala Bidang Energi Baru Terbarukan Dinas ESDM Jateng, Eni Lestari mengatakan, penggarapan potensi biogas sudah hampir di lakukan di semua kabupaten kota di Jawa Tengah.

Hanya saja, pihaknya masih akan melakukan penelusuran terhadap potensi lainnya semisal ada yang belum tergarap.

"Kepanjangan tangan kami yang berada di daerah sudah menelusuri potensi biogas terutama di peternakan sapi. Bisa saja ada potensi yang belum kegarap, misal ada informasikan saja nanti kita survei baru nanti diusulkan dibangunkan biogas misal masuk kategori layak," kata dia.

Ia menambahkan, potensi energi  biogas sebagai energi ramah lingkungan dapat diandalkan dalam mendukung program pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. 

Dikutip dari laman Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan, Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan kontribusi biogas pada bauran energi nasional sebesar 489,8 juta m3 pada tahun 2025.

Data  Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM mencatat bahwa pada 2022, total implementasi biogas mencapai 47,72 juta meter kubik yang berasal dari 52.113 unit fasilitas biogas, baik untuk rumah tangga, komunal, maupun industri.

"Target Roadmap EBT negara kita  sampai tahun 2050 sehingga generasi sekarang perlu dikenalkan energi alternatif termasuk biogas," tutupnya.  (Isti Prasetya)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini