Imbauan Running Text Azan Maghrib Saat Misa Paus sebagai Potret Toleransi, Bagaimana Syariatnya?
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai pihak bereaksi dengan surat imbauan Kementerian Agama (Kemenag) agar azan Magrib di televisi ditayangkan dalam bentuk teks berjalan (running text) saat adanya siaran langsung Misa Kudus bersama Paus Fransiskus.
Surat Nomor B-86/DJ.V/BA.03/09/2024 tertanggal 1 September 2024 dari Kemenag ini dilayangkan Direktur Jenderal Bimbingan Islam Kementerian Agama(Kemenag), Kamaruddin Amin dan Direktur Jenderal Bimbingan Katolik Suparman kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika(Kominfo) agar pelaksanaan Misa Kudus di Stadion Gelora Bung Karno(GBK) disiarkan secara langsung tanpa terputus.
Baca juga: Tunggu Kedatangan Paus Fransiskus, Umat Katolik Padati Jalan di Depan Masjid Istiqlal
Karena itu, azan Maghrib yang biasanya ditayangkan secara audio visual untuk ditampilkan dalam bentuk running teks.
Pelaksanaan Misa Paus Fransiskus bakal dimulai pada pukul 17.00 hingga 19.00 WIB.
Berikut reaksi dari berbagi pihak, mulai Kemenag yang mengirimkan surat hingga kominfo dan juga MUI juga dewan Masid.
Penjelasan Kemenag Soal Azan Magrib Diganti Running Text Potret Toleransi
Sementara itu, Kementerian Agama menjelaskan tentang surat yang dikirimkan pihaknya kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait penyiaran Azan Magrib dan Misa Akbar bersama Paus Fransiskus.
Surat yang ditandatangani oleh Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin dan Dirjen Bimas Katolik Suparman ini merupakan respons atas surat yang disampaikan oleh Panitia Kedatangan Paus Fransiskus.
Baca juga: Menkominfo Harap Penggantian Azan Maghrib Jadi Teks Berjalan saat Misa Paus Fransiskus Tak Masalah
Surat Kemenag ke Kominfo bersifat permohonan dan memuat dua substansi.
Pertama, saran agar Misa bersama Paus Fransiskus pada 5 September 2024 disiarkan secara langsung pada pukul 17.00 WIB – 19.00 WIB di seluruh televisi nasional.
Kedua, agar penanda waktu magrib ditunjukkan dalam bentuk running text sehingga misa bisa diikuti secara utuh oleh umat Katolik di Indonesia.
“Jadi substansinya, pemberitahuan waktu Magrib di TV disampaikan dengan running teks. Sementara, panggilan azan di masjid dan musalla tetap dipersilakan,” jelas Juru Bicara Kementerian Agama, Sunanto, di Jakarta, Rabu (4/9/20240).
Sunanto menegaskan bahwa surat itu hanya berkenaan dengan siaran azan Magrib di televisi yang biasanya mengacu hanya pada waktu magrib di Jakarta (WIB).
“Azan Mabrib di wilayah Indonesia Timur, tetap bisa disiarkan karena sudah masuk waktu sebelum pelaksanaan Misa,” sebutnya.
Sunanto yakin secara umum warga Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang religius dan menjunjung toleransi sehingga dapat memahami upaya yang dilakukan Kementerian Agama ini. Ini jalan tengah sebagai wujud hidup dalam kemajemukan.
“Semua bisa menjalankan ibadahnya. Misa berjalan. Pemberitahuan masuk waktu Magrib disampaikan lewat running teks dan tetap Azan berkumandang di masjid dan musalla. Umat Katolik beribadah dalam Misa, umat Islam tetap melaksanakan ibadah Salat Magrib. Ini potret toleransi dan kerukunan umat di Indonesia yang banyak dikagumi dunia,” tegasnya. Sekaligus “Ini juga kontribusi besar umat Islam untuk toleransi di Indonesia dan dunia,” lanjutnya.
Sunanto menambahkan, hakikatnya azan Magrib disiarkan melalui televisi untuk mengingatkan umat Islam yang sedang menonton televisi agar menunaikan Sholat.
“Saya tidak tahu apakah pada saat Misa bersama Paus Fransiskus ada umat Islam yang ikut menonton melalui siaran televisi? Jika pun ada, kita sudah mengingatkan waktu Magrib masuk melalui running text tersebut,” tandasnya.
Menkominfo Minta Jangan Jadi Polemik
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa imbauan dari Kementerian Agama (Kemenag) agar azan Magrib di televisi ditayangkan dalam bentuk teks berjalan saat adanya siaran langsung Misa Kudus bersama Paus Fransiskus, jangan dijadikan polemik.
"Jangan dipolemikin dong, jangan," katanya di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, (4/9/2024).
Menurutnya permintaan agar televisi menyiarkan azan dalam bentuk running teks sifatnya hanya imbauan. Artinya pelaksanaannya tidak wajib dan diserahkan kepada media televisi masing-masing.
"Itu permintaan Kemenag, itu terserah saja media," pungkasnya.
Bagaimana Aspek Syariatnya Azan Magrib di Running Text? Ini Kata MUI
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Niam Sholeh menyampaikan, dari aspek syariat Islam, penggantian tayangan azan Maghrib di televisi menjadi running teks, tidak ada yang dilanggar.
“Sebenarnya dari aspek syariat, tidak ada yang dilanggar. Dan itu bagian dari solusi,” kata Kiai Ni’am.
Ia mengatakan, tidak ada isu meniadakan azan. Hal itu untuk kepentingan siaran live misa yang diikuti umat Katolik yang tidak dapat ikut ibadah di Stadion GBK.
“Kami bisa memahami kebijakan ini sebagai penghormatan kepada pelaksanaan ibadah umat Kristiani. Konteksnya bukan karena Paus Fransiskus datang lantas azan diganti. Tetapi karena ada pelaksanaan ibadah misa secara live yang diikuti jemaat melalui TV secara live dan jika terjeda akan mengganggu ibadah,” ungkap Guru Besar Ilmu Fiqih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.
“Tidak ada masalah, ini soal kearifan lokal saja, ” tambah Kiai Ni’am.
Hal senada juga disampaikan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis.
Azan di televisi itu bersifat rekaman elektronik. Umat Islam tidak perlu gelisah dan tidak perlu timbul salah paham.
“Itu azan elektronik. Jadi bukan azan suara di masjid yang dihentikan. Azan yang sebenarnya di masjid-masjid tetap berkumandang sebagai penanda waktu shalat dan ajakat shalat yang sesungguhnya,” kata Kiai Cholil.
Reaksi PBNU
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdallah mendukung kebijakan stasiun televisi tidak menyiarkan azan secara audio pada saat siaran langsung Misa yang dipimpin Paus Fransiskus di Jakarta itu.
Gus Ulil, sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa hal tersebut dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap umat Katolik yang tengah beribadah.
“Saya juga mendukung anjuran Kementerian Agama kepada stasiun televisi untuk tidak menyiarkan azan secara suara, secara audio seperti lazim yang kita saksikan setiap hari. Ini untuk menghormati ibadahnya umat Katolik yang sedang disiarkan secara langsung pada jam 17.00 sampai jam 19.00,” ujar dia.
Ia menyampaikan, kebijakan Kementerian Agama tersebut menunjukkan penghargaan negara terhadap umat Katolik.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Agama H Yaqut Cholil Qoumas yang menegaskan bahwa Kementerian Agama bukan saja milik umat Islam, tetapi juga seluruh agama.
“Kemenag tidak saja milik umat Islam, tetapi juga milik semua agama. Saya senang dan mendukung kebijakan Kemenag kali ini yang sangat toleran dan menghargai umat Katolik,” ujarnya.
Dewan Masjid Usulkan Misa dan Azan Tetap Disiarkan Bersamaan
Sementara, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla atau JK, menyarankan stasiun televisi untuk tetap menyiarkan azan disaat bersamaan dengan laporan pelaksanaan Misa Kudus Paus Fransiskus.
"Jadi saya sarankan sebagai ketua DMI agar TV di samping terus melaporkan tentang misa, juga ada tetap menyiarkan adzan. Jadi layar dibagi dua dan hanya lima menit azan maghrib," tegas JK.
JK menambahkan, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Islam terbanyak, tentu sangat mengutamakan toleransi. Dengan adanya seruan panggilan azan umat Islam yang bersamaan perayaan Misa umat Katolik yang bersamaan, justru jangan dihilangkan.
"Itulah yang paling indah antara kedua umat beragama. Solusi terbaik, saling menghargai dan saling toleransi," tambah Wakil Presiden Rai ke 10 dan 12 tersebut.
JK juga menyadari jika perayaan Misa disiarkan di televisi-televisi Indonesia akan sangat baik. Ia menyampaikan selamat datang untuk Paus Fransiskus yang dinilai sebagai kehormatan untuk Indonesia.
(Tribun Network/niz/fik/rin/wly)