Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Divisi Operasional PT Refined Bangka Tin (RBT), Agus Susanto mengaku mengenal suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis sebagai teman dari Dirut PT RBT, Suparta.
Ia mengaku tak banyak mengetahui posisi Harvey Moeis di perusahaan tempatnya bekerja.
Hal tersebut diungkapkan Agus Susanto saat diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang melibatkan terdakwa Harvey Moeis dkk.
Majelis hakim awalnya mencecar Agus Susanto mengenai momen dirinya dikenalkan terdakwa Suparta kepada Harvey Moeis.
"Apakah dia (Harvey Moeis) sebagai pemodal kedudukannya di situ di perusahaan? Karena kan bukan cuma sekali datang kan, tadi keterangan saudara kan," tanya hakim kepada saksi Agus dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2024).
Mendengar pertanyaan hakim, Agus yang juga menjadi Kepala Pabrik di PT RBT, mengaku hanya dikenalkan bila Harvey Moeis teman Suparta.
"Temannya. Hanya temannya saja," jawab Agus.
Baca juga: Kubu Harvey Moeis Jelaskan Fakta di Balik Kerja Sama PT Timah dan Smelter
Mendengar jawaban Agus, Hakim sempat meninggikan nada bicaranya untuk menekankan konteks yang ditanyakan.
Sebab, hakim menilai, saksi Agus, termasuk satu di antara beberapa petinggi di PT RBT.
Namun, ia tidak mengetahui siapa Harvey Moeis di PT RBT.
Padahal, di setiap pertemuan PT RBT dengan PT Timah Tbk, Harvey Moeis kerap hadir menjadi perwakilan dari PT RBT.
Baca juga: Baru 2 Kali Sidang Harvey Moeis, Nama Jenderal Polisi, Eks Gubernur hingga Eks Kapolda Terseret
Dalam dakwaan, peran Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara Rp 300 triliun tersebut cukup sentral.
Pertama, Harvey Moeis sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) disebut-sebut bertemu dengan para petinggi perusahaan pelat merah, PT Timah, yakni Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku direktur utama dan Alwin Albar selaku direktur operasi.
Pertemuan itu dimaksudkan untuk membahas ketentuan dari PT Timah agar sejumlah perusahaan smelter swasta menyerahkan lima persen dari kuota ekspor timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Kedua, Harvey Moeis disebut telah mengkoordinir biaya pengamanan tambang ilegal sebesar USD 500 sampai USD 750 per ton.
Uang itu dikumpulkan Harvey Moeis dari lima perusahaan smelter swasta, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Setoran uang dari lima perusahaan tersebut dicatat seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR).
Ketiga, Harvey Moeis diduga menginisiasi kerja sama penyewaan alat processing untuk pengolahan logam timah antara PT Timah dengan perusahaan-perusahaan smelter swasta.
Padahal, lima perusahaan itu tidak memiliki competent person (CP) sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Keempat, Harvey Moeis diduga bernegosiasi dengan PT Timah untuk kesepakatan harga sewa smelter tanpa didahului feasibility study atau studi kelayakan yang memadai.
Kelima, Harvey Moeis bersama perwakilan perusahaan-perusahaan swasta bersepakat dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja (SPK) di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah dengan tujuan melegalkan pembelian bijih timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah Tbk.
Keenam, Harvey Moeis dan perusahaan swasta diduga membeli bijih timah dari penambang timah ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Pembelian bijih timah itu dilakukan dalam rangka kerja sama sewa peralatan processing pengolahan logam timah.
Sebab kerja sama itu tidak tertuang di dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) PT Timah maupun perusahaan-perusahaan smelter swasta.
Ketujuh, dari hasil negosiasi sebelumnya dengan petinggi PT Timah, akhirnya terjadi kesepakatan terkait harga sewa peralatan processing penglogaman timah.
Namun kesepakatan harga itu dilakukan tanpa adanya kajian yang baik.
Bahkan feasibility study ini dibuat backdate alias dimundurkan tanggalnya.
Kedelapan, Harvey Moeis diduga menampung uang pengamanan yang dikumpulkan dari para perusahaan swasta melalui perusahaan money changer milik Helena Lim, PT Quantum Skyline Exchange.
Atas perbuatannya ini, Harvey Moeis didakwa Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.