Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Pemerintah menyatakan sepakat pembahasan Revisi Undang-Undang nomor 19 tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Kesepakatan itu diambil dalam rapat pleno Baleg DPR RI bersama pemerintah yang diwakili Kementerian Hukum dan HAM RI dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI (KemenpanRB).
Dalam rapat pleno tersebut, seluruh anggota Baleg DPR RI dari 9 fraksi menyatakan pandangannya.
Keseluruhan fraksi menyatakan sepakat kalau Revisi UU Wantimpres dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI.
"Dari 9 fraksi yang menyatakan setuju, selanjutnya kami meminta persetujuan rapat apakah pembahasan revisi Wantimpres diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan?" kata Ketua Baleg DPR RI Wihadi Wiyanto saat memimpin rapat, Selasa (10/9/2024).
Baca juga: Baleg DPR RI Sepakati Wantimpres RI jadi Lembaga Negara
Pernyataan dari Wihadi Wiyanto itu secara keseluruhan dijawab "setuju" oleh seluruh anggota Fraksi di Baleg DPR RI.
Sementara itu, Menteri PAN dan RB Azwar Anas menyatakan kalau pemerintah sepakat pembahasan keputusan tingkat II dalam hal ini rapat paripurna terhadap pembahasan RUU Wantimpres tersebut.
"Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap RUU ini di DPR RI sebagai wujud komitmen bersama dalam memperkuat lembaga penasihat kepresidenan dalam menjalankan tugasnya ke depan," kata Azwar Anas.
Tiga Perubahan Terkait Revisi UU Wantimpres
Dalam rapat panja Baleg DPR RI dengan pemerintah disepakati tiga hal penting.
Pertama, Revisi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) batal menggunakan nomenklatur Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Akan tetapi, dalam nomenklatur Wantimpres ditambahkan tulisan Republik Indonesia.
Baca juga: DPR Lebih Yakin Revisi UU Wantimpres-Kementerian Sah Periode Sekarang Dibanding RUU Perampasan Aset
Penambahan nama Republik Indonesia dilakukan karena saat ini, banyak jabatan politik yang menggunakan nama presiden sebagai pimpinannya.
Masukan itu lantas mendapatkan persetujuan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Azwar Anas.