Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah merespons soal pelarangan penggunaan hijab terhadap calon tenaga medis di Rumah Sakit (RS) Medistra yang sempa viral di media sosial sehingga menjadi perbincangan publik.
Trubus menyebut, manajemen RS Medistra bisa melakukan upaya hukum jika memiliki bukti kalau yang dituduhkan tidak benar.
"RS Medistra harus melakukan gugatan hukum kalau memang merasa dirugikan dan mempunyai bukti," ujar Trubus kepada wartawan, Selasa (10/9/2024).
Dia menegaskan, RS Medistra akan menjadi pihak yang paling dirugikan dalam hal tersebut.
Pasalnya, berimbas pada citra dan penilaian buruk masyarakat terhadap RS Medistra.
"Kalau memang tidak terbukti (pelarangan penggunaan hijab) berarti ada penyebaran berita bohong dong. Ada penyebaran berita bohong yang menyebabkan pihak RS Medistra yang dirugikan, itu kan pencemaran nama baik," kata Trubus.
"Fitnah kan pencemaran nama baik, artinya ada pelanggaran pidana disitu kalau memang punya bukti," sambungnya.
Trubus mengungkapkan bahwa tidak mungkin suatu instansi membuat kebijakan kontroversial seperti melarang penggunaan hijab di Rumah Sakit (RS).
Sebab, penggunaan hijab di Indonesia sudah mendapat jaminan dari negara.
Menurutnya, polemik RS Medistra yang dituduh melarang pegawai menggunakan hijab di lingkungan kerja sangat mustahil. Karena, tentu berdampak pada pelayanan RS tersebut.
"Ya enggak ada Rumah Sakit menggunakan kebijakan seperti itu (larangan menggunakan hijab), tidak mungkin. Di Jakarta enggak ada Rumah Sakit yang melarang menggunakan hijab atau simbol-simbol," ungkap dia.
"Jadi kalau Rumah Sakit kan tempat pelayanan umum, jadi masyarakat atau siapapun dapat mengakses," tambahnya.
Lebih lanjut, Trubus menuturkan, semua warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik tanpa membedakan suku, ras maupun agamanya.
"Rumah Sakit kan tempat pelayanan umum, pelayanan publik. Jadi semua harus sama," jelasnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai, polemik larangan berhijab calon karyawan RS Medistra bisa dituntaskan dengan duduk bersama antara calon karyawan dan manajemen terkait.
"Nah sekarang menjadi ramai itu karena sekarang orang lebih senang melakukan publisitas, alias no viral no justice menggelembungkan opini keluar apalagi jilbab ini kan kalau sudah digelembungkan di luar bisa menjadi perhatian publik. Padahal esensinya sepele, duduk bersama saya kira selesai," kata Adib.
Terlebih, lanjutnya, setiap perusahaan memiliki tata tertib masing-masing yang telah disepakati antara manajemen dengan penerima kerja.
Dalam hal ini, RS Medistra telah mengklarifikasi polemik larangan berhijab dan membantah adanya isu tersebut.
"Urusan tata tertib perusahaan itu ya urusan pemberi kerja dan urusan penerima kerja yang lazim, yang lumrah yang sering terjadi. Penerima kerja alias karyawan, ya tawar menawar posisinya agak rendah ketimbang pemberi kerja atau perusahaan. Ini kan ada termaktub dalam sebuah peraturan," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Rumah Sakit (RS) Medistra Dr. Agung Budisatria, MM, FISQua membantah adanya diskriminasi yang terjadi di lingkungan RS-nya.
"Dengan ini kami menegaskan bahwa RS Medistra sama sekali tidak melarang pengguna hijab bagi para pegawainya," kata dia saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/9/2024).
Ia mengklaim, ada sekitar 30 persen pegawai RSMedistra yang mengenakan hijab.
"Ada sekitar 30 persen pegawai kami muslimah dan mengenakan hijab dari 780an. Medistra sama sekali tidak melarang pemakaian hijab. Kami sangat menghargai dan menghormati keberagaman," tutur Agung.
Diungkapkan Agung, setelah isu diskriminasi tersebut ramai, Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Suku Dinas Jakarta Selatan melakukan klarifikasi.
Disinggung terkait dokter senior yang melayangkan protes dugaan diskriminasi, pihaknya tidak menempuh jalur hukum, RS-nya mengedepankan mediasi.
"Kami sangat menyayangkan atas penyebaran berita ini tanpa klarifikasi secara langsung kepada kami yang bersangkutan," ungkap dia.
Pihaknya mengaku, ada dampak dari isu diskriminasi yang tersebar luas dimasyarakat terkait pandangan pasien pada layanan RS Medistra.
Baca juga: Direktur RS Medistra Bantah Larang Nakes Berjilbab: 30 Persen Pegawai Kami Kenakan Hijab
"Isu itu yang melebar dan kami sudah mengupayakan untuk melakukan konsolidasi internal juga keluar. Dampak dari pasien Medistra tentunya saja ada. Karena pasien kami akan melihat bagaimana kami bisa menangani isu tersebut," kata dr Agung.