Selain aspek politik dan hukum, GMNI juga menilai sangat penting dilakukan edukasi sejarah yang lebih objektif dan terbuka.
GMNI menilai, selama ini sejarah era Orde Lama dan Orde Baru sering kali ditulis dengan narasi yang berpihak pada kepentingan politik tertentu, yang menyebabkan generasi muda tidak mendapatkan gambaran yang utuh tentang konteks sejarah Indonesia.
"Kita perlu mendidik generasi muda dengan narasi sejarah yang lebih komprehensif dan adil, di mana mereka bisa melihat bahwa peran Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa tidak bisa dihapus begitu saja hanya karena kepentingan politik masa lalu. Edukasi ini harus menjadi prioritas agar bangsa ini tidak terjebak dalam kesalahan sejarah yang sama," ucap Imanuel.
DPP GMNI pun melihat pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 sebagai awal dari proses panjang menuju demokrasi yang lebih matang dan berkeadilan.
Imanuel menekankan, Indonesia saat ini berada di jalur yang benar untuk memperbaiki kesalahan masa lalu dan memperkuat prinsip-prinsip demokrasi serta persatuan nasional.
Baca juga: Dua Periode Pemerintahan Presiden Jokowi, Angka Kemiskinan Diklaim Turun 9 Persen
"Ini bukan hanya kemenangan simbolis, tetapi juga sebuah langkah maju dalam membangun bangsa yang lebih inklusif, di mana perbedaan pandangan politik atau ideologi tidak lagi dijadikan alasan untuk menindas atau meminggirkan pihak lain. Semoga ini menjadi momentum bagi kita semua untuk terus menjaga dan memperkuat demokrasi di Indonesia," ujar Imanuel.
"Dengan pencabutan ini, DPP GMNI optimis bahwa Indonesia akan semakin kuat dalam menghadapi tantangan domestik dan global, dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila dan semangat kebangsaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa," lanjutnya.