News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

UPDATE Korupsi Timah, Muncul Nama Presiden hingga Terungkapnya Arahan RI 1 Terkait Tambang Ilegal

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga komoditas timah dengan terdakwa crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/9/2024). Nama Presiden RI disebut-sebut dalam kasus korupsi di PT Timah hingga terbongkarnya adanya instruksi RI 1 terkait penambangan tambang ilegal.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Presiden RI disebut-sebut dalam kasus korupsi di PT Timah hingga terbongkarnya adanya instruksi RI 1 terkait penambangan tambang ilegal.

Hal itu mengemuka pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022, dengan terdakwa manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) atau crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (11/9/2024).

Baca juga: Hakim Tolak Eksepsi Kwang Yung dan Tamron Dalam Kasus Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah

Kepala Unit (Kanit) Produksi Belitung PT Timah Tbk, Ali Syamsuri mengungkapkan adanya instruksi Presiden RI agar perusahaannya mengakomodir masyarakat penambang ilegal agar tak dikejar-kejar aparat penegak hukum.

Mulanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya pada Ali soal program Izin Usaha Jasa Penambangan (IUJP) yang dijalankan oleh PT Timah yang berlangsung pada periode 2015-2018.

"Dalam pelaksanaan IUJP, saudara kan mulai 2015 ya, ini sampai tahun berapa?," tanya Jaksa.

"2018," jawab Ali.

Baca juga: Sidang Kasus Timah, Saksi Sebut 27 Perusahaan Smelter Berkumpul di Jakarta Atas Inisiasi Polda Babel

"Saudara menjabat 2018? Ketika saudara menjabat masih berjalan program IUJP?," tanya Jaksa lagi.

"Ya (2018). Iya program itu masih," sahut Ali.

Lebih jauh, kemudian Jaksa coba mengulik Ali perihal apakah pemilik perusahaan yang tergabung dari program IUJP juga menjadi kolektor bijih timah dari para penambang ilegal atau tidak.

Namun Ali mengaku tidak mendapat informasi mengenai ada atau tidaknya pemilik IUJP sebagai kolektor bijih dari penambang ilegal.

Ia hanya mengetahui bahwa jika dalam wilayah IUP PT Timah terdapat masyarakat yang menjadi penambang ilegal, maka pihaknya akomodir untuk bisa bermitra.

"Kalau jadi pengepul penambang ilegal saya tidak dapat kabar. Tapi yang tadi saya sampaikan misalnya di sekitaran tambang masyarakat yang bermitra resmi tadi, misalnya ada penambang masyarakat yang tidak berizin ini yang kita minta untuk dibina, misalnya sama-sama masih dalam IUJP, itu saja," kata Ali.

Satreskrim Polres Merangin kembali melakukan penggrebekan lokasi tambang ilegal atau Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Tambang Baru Kecamatan Tabir Lintas Kabupaten Merangin, Jambi, Senin (07/02/2023). (TribunJambi.com/Solehan)

Kunjungan Presiden ke Bangka Belitung

Tak berhenti di situ, lalu jaksa coba memastikan kembali apakah semua penambang ilegal yang belum bermitra dengan PT Timah menggunakan perusahaan dalam IUJP untuk menjual bijih timahnya ke PT Timah tersebut atau tidak.

"Tidak semua. Karena kita waktu itu diperintahkan, waktu itu ada kunjungan Presiden RI ke Bangka Belitung, terus banyak yang mengeluhkan masalah tambang ilegal. Dan statement beliau adalah 'ya itu semua masyarakat saya, minta tolong bagaimana caranya yang ilegal ini menjadi legal'," ungkap Ali.

Hanya saja pada saat menyampaikan kesaksiannya itu, Ali tak menyebutkan secara rinci siapa nama presiden yang ia maksud tersebut.

Dirinya hanya menjelaskan bahwa permintaan itu agar masyarakat yang menjadi penambang tidak dikejar oleh aparat keamanan jika nantinya berstatus legal. Namun, diketahui Presiden RI pada saat periode 2015-2018.

"Jadi ya itulah waktu itu bagaimana masyarakat yang ada di ada di sekitar-sekitar tambang yang ada IUP SPK kita itu dibina agar mereka tidak dikejar-kejar aparat," jelas Ali Syamsuri.

Ali menambahkan, bahwa pada umumnya masyarakat yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah itu bersifat nomaden.

Mereka kata Ali juga melakukan penambangan juga masih menggunakan mesin-mesin kecil tidak seperti penambang yang bergabung ke program IUJP.

"Itu yang sifatnya nomaden, masyarakat umum yang mereka menambang pakai mesin kecil. Kalau yang IUJP ini rata-rata menggunakan alat berat," pungkasnya.

Seperti diketahui dalam perkara ini Helena telah didakwa oleh Jaksa dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.

Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.

Baca juga: Buronan Tetian Wahyudi Pernah Telepon Eks Pejabat PT Timah, Tanya Soal Pemeriksaan di Kejaksaan

PKS Desak Jaksa Tipikor Minta Keterangan Presiden

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, meminta Jaksa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk dimintai keterangan terkait kasus korupsi PT. Timah yang merugikan negara Rp 300 triliun.

Mulyanto menilai jaksa harus berani mendalami fakta pengadilan berupa keterangan Ali Samsuri, yang merupakan saksi untuk terdakwa eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan kawan-kawan.

Ali mengatakan bahwa Jokowi memerintahkan pimpinan PT. Timah menerima timah penambang ilegal untuk meningkatkan produksi.

Nahasnya, timah yang di beli merupakan hasil penambangan ilegal di kawasan milik PT. Timah sendiri. Alhasil terjadi korupsi ratusan triliun.

"Klarifikasi ini penting agar fakta persidangan menjadi terang-benderang. Karena dalam persidangan tersebut secara tegas dinyatakan oleh saksi yang mantan Kepala Unit Produksi PT Timah Tbk Wilayah Bangka Belitung, bahwa Presiden Jokowi minta tolong bagaimana caranya agar tambang timah yang ilegal ini diubah menjadi legal," kata Mulyanto dalam keterangannya Kamis (12/9/2024).

"Akibatnya, dalam praktiknya, PT Timah memberi kesempatan pada mitra pemilik Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) membeli bijih timah dari penambang ilegal. Padahal, bijih timah tersebut diambil dari wilayah izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah," lanjut Mulyanto.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menegaskan, keterangan tersebut merupakan titik krusial dari kasus korupsi timah sebesar Rp 300 triliun yang sudah menjadikan tersangka sebanyak 22 orang.

Sebab itu pengadilan harus memanggil Jokowi untuk mengungkap fakta yang sebenarnya.

Sejauh ini, terdapat 22 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis.

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini