Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftah Faqih menyoroti Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Dirinya menilai selama ini Kemenkes belum berimbang dalam menyerap aspirasi masyarakat.
"Dari PP 28/2024 saja, masih banyak pihak yang tidak dilibatkan. Hearing-nya pun nggak utuh, invalid. Di sini kami hadir untuk menyampaikan kemaslahatan yang berimbang, dan meluruskan mana yang harus diputuskan yang terbaik bagi warga dan generasi zaman kita," kata Miftah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Miftah dalam Halaqoh Nasional Masyarakat Sipil Dan Pemerintah "Telaah Kritis RPMK 2024 tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik" di Jakarta.
Miftah menegaskan bahwa perumusan suatu aturan, dalam hal ini PP 28/2024 dan RPMK, tidak boleh berorientasi pada satu sisi saja.
Aturan ini mendapatkan sorotan, karena ada standardisasi kemasan atau kemasan rokok polos tanpa merek yang tertuang dalam RPMK.
Hingga kebijakan dalam PP 28/2024 tentang zonasi larangan penjualan dan iklan produk tembakau dari satuan pendidikan dan tempat bermain.
"Maka aturan harus bergantung pada kesejahteraan, kemaslahatan, dan objektif tujuan dari aturan itu sendiri. Semua harus berbasis data penelitian yang rigid detail agar tidak merugikan siapapun. Semua harus di breakdown sampai ke sosialisasi penjelasan dari keputusan tersebut," ujar Miftah.
Sementara itu, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna menjelaskan bahwa dalam suatu negara hukum, aturan perundang-undangan yang akan dibentuk perlu memenuhi rasa keadilan dan menampung aspirasi masyarakat.
Dalam hal ini perlu adanya partisipasi bermakna dari seluruh pihak, baik yang akan terdampak maupun yang tidak.
"Maka dari itu, sebuah peraturan, dalam hal ini RPMK, harus melindungi semua golongan, berkeadilan, sesuai dengan kepercayaan masyarakat, nilai-nilai kepatutan dan budaya masyarakat, dan selalu memiliki wawasan kedepan yang masih menyangkut kepentingan banyak orang," katanya.
Menurutnya, aturan ini menjadi tidak sesuai dengan mandat konstitusi untuk membuat kebijakan yang sejalan dengan kemaslahatan segenap rakyat dan untuk melindungi keamanan serta keadilan semua pihak.
"Kebijakan negara terhadap rakyatnya harus sesuai dengan kemaslahatan dan berbasis keadilan, perlu memilih mana unsur baik yang bisa sejalan dengan kepentingan banyak pihak," pungkasnya.