TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan elektrifikasi kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi didorong untuk dipercepat.
Salah satu target Pemerintah terkait kendaraan bermotor berbahan bakar minyak yang populasinya terus bertambah dari tahun ke tahun adalah upaya mengurangi polusi udara melalui pendekatan penggunaan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi darat yang ramah lingkungan.
Baca juga: Kuota Subsidi Motor Listrik Habis, Menperin Bakal Tambah Jika Dapat Anggaran Lagi
Namun Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia(KSPSI), Jumhur Hidayat berharap kebijakan elektrifikasi kendaraan bermotor lebih baik diterapkan secara bertahap karena bisa mengakibatkan 1 juta tenaga kerja kehilangan pekerjaan.
Selain itu, kata dia industri otomotif di dalam negeri juga belum siap, sehingga dikhawatirkan bisa menimbulkan banyak kecelakaan kerja.
Jika alasannya untuk menurunkan emisi, menurut Jumhur, bisa dikompensasikan dengan kebijakan menanam pohon, misalnya produksi tiga mobil wajib tanam satu pohon.
"Ini justru bisa menambah perekrutan tenaga kerja sekaligus mengurangi produksi karbon," ujar Jumhur saat Seminar Ketenagakerjaan Dampak Kendaraan Elektronik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicles, BEV), di Harris Convention Hall, Summarecon, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (19/9/2024).
Baca juga: Ini Tiga Strategi Terobosan Kendalikan Polusi Udara di Indonesia
Menanggapi pernyataan Jumhur Hidayat Anggota Dewan Pakar Tim Ekonomi Prabowo Subianto, Prof. Dr. Darwin Ginting meminta kalangan buruh atau pekerja di industri otomotif tidak resah karena presiden terpilih tidak akan mempersulit anak bangsa, dan tidak ingin ada orang miskin di republik ini.
Prof. Darwin Ginting mengingatkan, pemerintah harus mencegah kerusakan lingkungan, dan mobil listrik tentu terkait dengan upaya mengurangi tingginya emisi.
Namun demikian, Darwin meminta para pekerja tidak berpikir akan adanya PHK massal. "Semuanya sudah dipikirkan," tegas Darwin.
Senada dengan Prof. Darwin Ginting, Staf Ahli Tim Ekonomi Prabowo Subianto, Agung C Wibowo menegaskan, pihaknya akan mengolah setiap masukan untuk kebijakan ekonomi pemerintah sebagaimana disampaikan KSPSI.
Agung yang sudah malang melintang di industri otomotif nasional ini mengemukakan, bahwa penyebab polusi tertinggi bukan dari kendaraan bermotor karena itu elektrifikasi kendaraan bukan kebutuhan mendesak.
Baca juga: Pemerintah Berencana Hentikan Penjualan Mobil Bensin, Mobil Listrik akan Didiskon
"Kredit karbon kita masih plus, masih cukup baik untuk mensubsidi karbon kredit di dunia," terang Agung.
Meski demikian Agung mengingatkan para pekerja di industri otomotif untuk meningkatkan skill dan pengetahuannya agar bisa mengikuti perkembangan teknologi.
Sebelumnya akademisi ITB Dr. Ir. Agus Purwadi, M.T. menyampaikan bahwa China, Eropa, dan AS adalah negara yang paling serius mempersiapkan diri mengalihkan industri otomotif dari berbasis energi fosil ke elektrik.
Menurut Agus, China yang paling serius karena menyiapkan 230 miliar dollar AS untuk mengembangkan industri otomotif listrik, mulai dari infrastruktur, regulasi, hingga salesnya.
Baca juga: Selain Kurangi Polusi Karbon, Konversi Motor Listrik Juga Diklaim Gerakkan Ekonomi Warga
"Target China adalah pasar dalam negeri sendiri yang memang besar," ungkap Agus.
Namun demikian Agus tidak memungkiri jika invasi produksi kendaraan listrik China mencemaskan produsen kendaraan sejenis di Eropa dan AS. Sementara di Indonesia sendiri jumlah pasar mobil dan motor listrik baru mencapai 1 persen.