TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menolak seluruhnya pengujian materiil Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap UUD 1945 terkait perkara 140/PUU-XXI/2023 perihal hak asuh anak.
Permohonan ini diajukan oleh Aelyn Halim, Shelvia, Nur, Angelia Susanto, dan Roshan Kaish Sadaranggani.
Lima ibu tersebut mempermasalahkan Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Negara (KUHP), yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.
Frasa ‘barang siapa’ itulah yang menjadi alasan mereka menggugat Pasal 330 ayat (1) KUHP ke MK karena merasa hak konstitusionalnya dirugikan.
Sehingga menurut pemohon dengan tidak adanya tafsir yang jelas dan tegas mengenai ketentuan frasa “Barang siapa”.
Namun, lima ibu itu tidak bisa memproses secara hukum mantan suami mereka atas dugaan penculikan karena frasa tersebut.
Dalam petitumnya,mereka meminta frasa ‘Barang siapa’ diganti menjadi ‘setiap orang tanpa terkecuali ayah atau ibu kandung dari anak’.
Para Pemohon seluruhnya memiliki kesamaan, yakni setelah bercerai memiliki hak asuh anak namun saat ini tidak mendapat hak tersebut karena mantan suaminya mengambil anak mereka secara paksa.
Hakim MK Guntur Hamzah Sempat Terisak
Hakim konstitusi Guntur Hamzah sempat terisak saat membaca dissenting opinion atau menyampaikan pendapat berbeda dalam sidang hak asuh anak siang tadi.
Guntur juga mengungkapkan ihwal dirinya yang sedih sebab mahkamah tidak seperti biasanya melakukan terobosan hukum.
Padahal dalam beberapa perkara lainnya, mahkamah tampak melangkah maju mengambil sikap.
Guntur mengaku sedih tak adanya terobosan hukum dalam Sidang Perkara Hak Asuh Anak.
Ia menilai seharusnya mahkamah melakukan terobosan hukum dengan mengabulkan sebagian permohonan pemohon.
Baca juga: Berurai Air Mata, Pemohon Terima Kasih Atas Dissenting Opinion Hakim MK Guntur Hamzah
Guntur mengaku merasa nelangsa tatkala membaca permohonan pemohon dan mendengar kesaksian ibu-ibu yang harus terpaksa berpisah pada buah hatinya yang masih di bawah umur. Karena rebutan hak asuh anak yang berujung pengambilan paksa.
"Terus terang, saya merasa nelangsa tatkala membaca permohonan pemohon dan mendengar kesaksian ibu-ibu yang terpaksa harus berpisah dengan buah hatinya yang masih di bawah umur," ujar Guntur saat membaca dissenting opinon.