TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persiapan rencana aksi cuti massal hakim pengadilan yang akan dilakukan pada 7 hingga 10 Oktober 2024 mendatang terus dilakukan.
Hingga kemarin sudah ada 1.326 hakim yang menyatakan akan ikut cuti massal menuntut perbaikan kesejahteraan.
Aksi mogok yang dinamai Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia itu rencananya akan dilaksanakan pada 7-11 Oktober 2024 mendatang.
"Jumlah partisipan yang terus bertambah hingga tanggal 27 September 2024 pukul 22.00 WIB, sebanyak 1.326 hakim telah bergabung dalam gerakan ini. Lebih dari 70 di antaranya menyatakan akan hadir langsung di Jakarta dengan biaya pribadi sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dinilai lambat dalam menanggapi tuntutan hakim," kata Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid dalam pernyataannya, Sabtu (28/9).
Para hakim tersebut memrotes kebijakan pemerintah yang tidak menaikkan gaji pokok dan tunjangan hakim dalam waktu 12 tahun terakhir.
Saat ini, nominal gaji dan tunjangan hakim dinilai tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan terjadinya inflasi.
Menurut Fauzan, ada tiga skema aksi cuti bersama para pengadil di meja hijau. Pertama, hakim yang mengambil cuti lalu berangkat ke Jakarta untuk bergabung dalam barisan hakim yang melakukan aksi solidaritas.
Berikutnya bagi para hakim yang mengambil cuti dan berdiam diri di rumah sebagai bentuk dukungan kepada rekan-rekannya yang berjuang di Jakarta.
Ketiga bagi hakim yang hak cuti tahunannya sudah habis akan didorong untuk mengosongkan jadwal sidang selama tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024.
"Namun tetap menjaga agar hak-hak masyarakat pencari keadilan tidak dirugikan," kata Fauzan.
Fauzan menyebut ada empat isu krusial perjuangan Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia.
Pertama mengenai pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2018 terhadap PP 94 Tahun 2012.
Sebuah langkah yang selama ini diabaikan oleh pemerintah, padahal memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan hakim.
Baca juga: Hakim Bakal Mogok Kerja Imbas Gaji 12 Tahun Tak Naik, Rocky Gerung: Proses Keadilan Bangsa Ini Rapuh
Selanjutnya mengenai pengesahan RUU Jabatan hakim yang dianggap menjadi sebuah undang-undang yang akan menjamin kemandirian dan martabat hakim sebagai pilar utama peradilan.
Ketiga, Peraturan Perlindungan Jaminan Keamanan bagi hakim. Hakim yang menjalankan tugas negara berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan agar dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa takut atau ancaman.
"Terakhir pengesahan RUU Contempt of Court. Sebuah upaya untuk menjaga kewibawaan peradilan dan memberikan perlindungan terhadap proses peradilan dari segala bentuk intervensi dan penghinaan," kata Fauzan.
Aksi cuti bersama ini lanjutnya juga bukanlah pilihan yang diambil dengan tergesa-gesa. Sejak 2019, para hakim melalui organisasi profesinya, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) telah berjuang dengan sabar dan gigih untuk mendorong perubahan terhadap PP 94 Tahun 2012.
Berbagai upaya resmi dan formal telah ditempuh dengan harapan agar pemerintah memberikan perhatian yang serius dan langkah nyata terhadap tuntutan tersebut.
Kata Fauzan, aksi cuti bersama pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024 adalah sebuah langkah terakhir atau ultimum remedium yang diambil dengan tekad bulat dan keberanian tinggi oleh para hakim di seluruh penjuru negeri.
"Hingga hari ini, perjuangan itu belum mendapatkan tanggapan yang sepadan dari pemerintah. Oleh karena itu, dengan berat hati namun penuh keyakinan, aksi cuti bersama ini menjadi pilihan terakhir demi memperjuangkan martabat dan kesejahteraan hakim di Indonesia," ujar Fauzan.
"Kami tidak hanya menuntut hak kami, kami berjuang untuk masa depan bangsa yang lebih adil, di mana hukum menjadi naungan dan bukan sekadar bayangan. Mari satukan langkah, satukan suara, dan satukan hati, karena perubahan besar hanya terwujud ketika kita bergerak bersama. Inilah saatnya kita menjadi bagian dari sejarah, sejarah tentang bangsa yang tak pernah menyerah untuk memperjuangkan keadilan bagi semua," tambahnya.
Baca juga: DPR Dukung Kenaikan Gaji dan Tunjangan Hakim se-Indonesia Buntut Ancaman Mogok Kerja Massal
Fauzan juga menjelaskan aksi cuti massal ini telah mendapatkan dukungan yang sangat besar dari berbagai kalangan.
Dukungan ini datang dari hakim tingkat pertama yang berjuang di seluruh nusantara, hakim tingkat banding, hingga beberapa hakim agung yang turut menyuarakan pentingnya gerakan ini.
Tak hanya dari kalangan hakim, solidaritas ini juga mendapatkan dukungan dari civil society, kelompok akademisi, dan lembaga-lembaga yang peduli terhadap independensi peradilan di Indonesia.
"Dukungan mereka menjadi bukti bahwa perjuangan ini adalah milik kita semua, milik bangsa Indonesia yang mendambakan peradilan yang adil dan berwibawa," ujar Fauzan.
Terpisah, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan, meminta ribuan hakim di pengadilan seluruh Indonesia membatalkan rencana mogok massal mereka.
"Kalau belum jadi ya seyogyanya dibatalkan," kata Trimedya kepada Tribunnews, Sabtu (28/9).
Trimedya mengatakan rencana mogok massal itu sangat memprihatinkan. Sebab, itu akan mengganggu masyarakat pencari keadilan.
"Ini kan mengganggu masyarakat mencari keadilan. Apalagi harus dipikirkan yang tersangkut perkara-perkara pidana. Jangan sampai masa tahanannya sudah mau habis," ujarnya.
Dia juga meminta Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) segera merespons tuntutan para hakim. "Karena tugas KY adalah untuk kesejahteraan hakim, kehormatan dan kesejahteraan. Itu yang paling utama," ucap Trimedya.
Trimedya menyarankan KY segera berkomunikasi dengan Komisi III DPR sebagai mitra mereka untuk meningkatkan gaji hakim.
"Walaupun setahu saya baru-baru ini berapa tahun yang lalu juga sudah sempat naik kelihatannya itu yah. Tapi mungkin saja itu belum signifikan menurut para hakim ini," tuturnya.
Baca juga: Update Sidang PK Terpidana Kasus Vina, Permohonan Kuasa Hukum Dikabulkan Hakim
Adapun KY sebelumnya mengatakan bakal melihat perkembangan lebih lanjut terkait rencana ribuan hakim di pengadilan seluruh Indonesia yang bakal mogok kerja dengan melakukan cuti bersama mulai 7 hingga 11 Oktober 2024.
Menurut Juru Bicara KY, Mukti Fajar, sejauh pihaknya melihat permasalahan rencana mogok atau cuti bersama hakim itu merupakan urusan internal MA. Namun jika nantinya hal itu berdampak pada kesejahteraan hakim, KY bakal mengambil tindakan.
“Untuk sementara, soal cuti, KY melihat ini urusan internal MA. Tapi KY akan perhatikan lebih lanjut, jika berkaitan dengan kesejahteraan hakim,” ujar Fajar saat dikonfirmasi, Jumat (27/9) (tribun network/wil/frs/mar/dod)