Laporan wartawan Tribunews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Imelda, Sekertaris Pribadi Direktur Utama PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto mengaku pernah diperintah atasanya untuk menukar uang senilai Rp 7,8 miliar melalui money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) milik terdakwa Helena Lim.
Pekerjaan tersebut sering dijalani Imelda semenjak dirinya bekerja di PT Sariwiguna Binasentosa sejak 2018.
Imelda mengaku atasannya Robert Indarto tak pernah merekomendasikan secara khusus perihal tempat money changer untuk penukaran mata uang.
Tetapi Robert pernah meminta Imelda untuk bertanya kepada PT QSE milik Helena Lim terkait penukaran uang.
"Bapak sih enggak pernah secara khusus, paling menyebutkan ada beberapa," kata Imelda saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah dengan terdakwa Helena Lim, eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra dan bos smelter swasta MB Gunawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Imelda pun mengungkap soal perintah Robert soal money changer milik Helena Lim.
Baca juga: Smelter Swasta Disebut Setor Biaya Koordinasi Rp 7,5 Miliar ke Money Changer Milik Helena Lim
"Paling coba kamu tanya ke Quantum begitu, atau coba ke teman saya, dia bilang," ucap Imelda menjawab pertanyaan jaksa.
Jaksa pun mendalami pengetahuan Imelda seperti apa tindak lanjutnya setelah Robert meminta bertanya ke PT QSE.
Saat itu Imelda mengaku langsung menghubungi PT QSE setelah dirinya mendapat kontak dari Robert Indarto.
Akan tetapi saat itu Imelda menyebutkan kontak yang diberikan Robert tak tertera nama Helena Lim.
"(Namanya) cuma Quantum aja," jelas Imelda.
Baca juga: Terungkap di Sidang Helena Lim, PT Timah Bayar Sewa Smelter Lebih Mahal ke Perusahaan Harvey Moeis
Imelda pun mengatakan Robert tidak pernah menyebutkan nama Helena Lim.
Selanjutnya Imelda pun mengatakan, transaksi yang ia lakukan dengan PT QSE itu terjadi pada tahun 2019.
Di mana saat itu kata dia, proses penukaran uang tersebut terjadi secara bertahap yakni sebanyak 5 kali transaksi.
"Di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) ada Rp 1,4 (miliar), Rp 1,7 M, Rp 2,1 M, Rp 2,1 M, dan 500 (juta)," ucap Imelda.
Totalnya menurut Imelda mencapai Rp 7,8 miliar.
"Totalnya (Rp) 7,8 (miliar)," jelasnya.
Lebih lanjut, Imelda pun menceritakan proses penukaran uang yang ia lakukan di PT QSE tersebut.
Saat itu mulanya ia terlebih dulu menawar rate yang sesuai dengan arahan Robert Indarto.
Adapun saat itu Robert memintanya agar menukarkan uang-uang tersebut dengan rate paling rendah.
"Setelah saya tawar ratenya saya bandingkan saya info ke bapak. Nah kadang-kadang ya bapak langsung, saya gak ngerti deh pokoknya langsung selesai. Atau kadang-kadang kalau bapak sibuk, bapak kasih saya nomor 'coba kamu bilang ke Bu Eli (Kohari) untuk transfer ke Quantum jumlahnya sesuai kamu nego tadi'," ujar Imelda.
Akan tetapi saat itu Imelda mengatakan bahwa dirinya tidak pernah menerima penyerahan uang dari hasil penukaran rupiah ke dollar tersebut dari PT QSE.
Mendengar pernyataan itu, Jaksa pun dibuat heran dan merasa janggal.
Pasalnya dalam perintah tersebut, Imelda diminta untuk menukarkan uang yang dimana semestinya akan mendapatkan uang kembali setelah selesai transaksi.
"Dari 7,8 M yang diperintah pak Robert secara bertahap ya. Itu uang dollar pada akhirnya saudara dapatkan dari Quantum?" tanya Jaksa.
"Kalau Quantum (uang) fisik saya tidak pernah terima," jawab Imelda.
"Tidak pernah terima? Kan tugasnya tadi perintahnya menjadi mata uang asing?" tanya Jaksa heran.
"Betul tapi saya pikir mungkin Quantum sudah antar ke bapak sendiri," ucap Imelda.
"Pernah di konfirmasi ke Pak Robert uang yang ditukar itu sudah didapat tidak?," tanya Jaksa lagi.
"Bapak tidak pernah tanya ke saya, jadi asumsi saya bapak sudah dapat," kata dia.
Imelda juga menerangkan, selain ke PT QSE, dirinya juga pernah menukarkan uang ke money changer lainnya yakni PT Dollarindo.
Adapun penukaran yang dilakukan ke Dollarindo terjadi pada Mei 2020 silam.
Saat itu Imelda mengaku bahwa uang yang ia tukarkan di money changer tersebut berjumlah Rp 12,4 miliar.
"Terus bagaimana saudara bisa transfer, sama dikasih nomor juga sama Pak Robert?," tanya Jaksa.
"Kalau dia (Dollarindo) saya dapat dari Google pak," kata Imelda.
"Oh bukan dari rekomendasi Pak Robert?" tanya Jaksa.
"Bukan," jelasnya.
Kemudian Jaksa coba menyamakan kejadian di Quantum dengan Dollarindo dimana sebelumnya Imelda tak menerima hasil penukaran uang tersebut.
Namu, berbeda dengan Quantum, di PT Dollarindo, Imelda mengaku mendapat uang hasil penukaran itu bahkan saat itu pihak money changer yang mengirimkan langsung kepadanya.
"Kan kalau Quantum fisik dollarnya tidak dapat, kalau dollarindo?" tanya Jaksa.
"Dapat pak," kata imelda.
"Penyerahannya gimana?," tanya Jaksa.
"Fisiknya diantar," ucap Imelda.
Setelah uang tersebut diberikan pihak Dollarindo, Imelda selanjutnya mengaku tidak tahu mengenai penggunaan uang tersebut oleh Robert Indarto.
Dirinya hanya menjelaskan bahwa setelah uang itu diberikan pihak Dollarindo maka tugasnya selesai.
"Jadi perbedaan quantum dan dollarindo seperti itu ya? Kalau quantum saudara transfer tapi fisiknya gak dapet, kalau dollarindo ditransfer nanti fisiknya dapat?," tanya Jaksa memastikan.
"Iya," kata Imelda.
Adapun dalam perkara ini, Helena didakwa jaksa atas perbuatannya membantu Harvey Moeis, suami Sandra Dewi dalam mengumpulkan uang pengamanan tambang timah ilegal.
Uang pengamanan itu ditampung Helena Lim dalam rekening money changer miliknya, PT Quantum Skyline Exchange dari perusahaan smelter swasta.
Perusahaan smelter swasta yang dimaksud ialah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa.
"Terdakwa Helena memberikan sarana kepada Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin dengan menggunakan perusahaan money changer miliknya yaitu PT Quantum Skyline Exchange untuk menampung uang pengamanan sebesar USD500 sampai dengan USD750/ ton yang seolah-olah sebagai dana Coorporate Social Responsibility," kata jaksa di dala dakwaan Helena Lim.
Atas perbuatannya Helena Lim didakwa Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.