Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI pada 20 Oktober 2024.
Di satu tahun pertama, stabilitas nasional dinilai sangat dibutuhkan. Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi mengatakan salah satu upaya yang bisa dilakukan Prabowo menjaga stabilitas nasional itu dengan mempertahankan Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri.
Menurutnya, ada tujuh alasan yang bisa menjadi pertimbangan Prabowo tidak mengganti sosok Kapolri.
Baca juga: Kapolri Pastikan Sinergitas TNI dan Polri Selalu Terjalin di Manapun Bertugas
"Pertama, alasan ekonomi. Beberapa indikator terkini menunjukkan adanya tantangan ekonomi yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional," kata R Haidar kepada wartawan, Senin (7/10/2024).
Di antara indikator tersebut, angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) per September 2024 mencapai 52.993 orang atau naik 25,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu di angka 42.277 orang atau naik 14,6 persen dibanding Agustus 2024 di angka 46.240 orang.
Lalu, jumlah penduduk kelas menengah yang menjadi penopang ekonomi nasional tercatat semakin berkurang sebesar 16,53 persen dalam lima tahun terakhir. Dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Berkurangnya jumlah kelas menengah bisa jadi karena naik kelas atau justru turun kelas.
Namun, R Haidar melihat berkurangnya jumlah kelas menengah lebih ke arah turun kelas karena angka PHK menunjukkan adanya peningkatan.
"Kalau PHK tinggi dan masyarakat turun kelas, kemungkinan besar daya belinya juga turun drastis meskipun harga barang tergolong terjangkau. Dengan kata lain, masyarakat sudah tidak punya uang untuk belanja sekalipun harganya murah," jelas R Haidar.
Atas dasar itu, dia meyakini penurunan daya beli masyarakat berpengaruh signifikan terhadap deflasi yang menjadi indikator berikutnya. Indonesia mencatatkan deflasi lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024 yang masing-masing (0,03 persen), (0,08 persen), (0,18 persen), (0,03 persen), dan (0,12 persen). Terakhir kali Indonesia mengalami deflasi lima bulan berturut-turut yakni tahun 1999 silam.
"Kedua, alasan sosial. Data menunjukkan tingginya angka kejahatan akan menjadi ancaman serius bagi keamanan dan ketertiban di masyarakat," kata R Haidar.
Baca juga: Kapolri Sematkan Bintang Bhayangkara Utama ke Panglima & Kepala Staf TNI, Polri: Menjaga Sinergitas
Kondisi perekonomian yang tidak baik-baik saja akan mendorong timbulnya masalah sosial yang kompleks dan multidimensi. Selain pengangguran dan kemiskinan, yang tidak kalah penting ialah kriminalitas.
Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional, angka kriminalitas menunjukkan peningkatan sebesar 33,13 persen. Dari 326.804 kasus tahun 2022 menjadi 435.086 kasus tahun 2023.
Global Organized Crime Index mencatat, Indonesia menempati peringkat ke-21 dalam daftar negara dengan tingkat kriminalitas tertinggi di dunia. Peningkatan angka kriminalitas tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di kawasan ASEAN, Asia, bahkan global.