TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan hakim yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menggelar audiensi bersama pimpinan DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/10/2024).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bersama Adies Kadir Cucun Syamsurizal dan sejumlah anggota DPR mendengar pernyataan dan kekecewaan yang disampaikan perwakilan SHI.
Perwakila SHI Rangga Desnata Lukita mengungkap kekecewaannya terhadap sistem asuransi kesehatan yang diterima para hakim di Indonesia.
Menurutnya, layanan asuransi yang diterima oleh para hakim tak jauh berbeda dengan layanan BPJS Kesehatan kepada masyarakat umum.
Misalnya, para hakim hanya diresepkan obat generik saat berobat ke rumah sakit.
“Hampir tidak berbeda dengan BPJS Pak. Kami dikasih asuransi Pak. Asuransinya pas kami ke rumah sakit, diperiksa dokternya ternyata hanya bisa diresepkan obat generik. Sama saja dengan rakyat biasa, enggak ada bedanya,” ujar Rangga dalam audiensi dengan DPR, Selasa.
Rangga menilai, uang asuransi itu lebih baik dikonversi menjadi uang tunai yang langsung masuk ke rekening hakim.
Menurut dia, hal itu lebih bermanfaat karena uang yang diterima dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Ngapain kami harus dapat asuransi itu? Mending asuransi itu masuk rekening. Buat beli susu anak saya Pak, kami tetap pakai BPJS saja,” ucap Rangga.
Oleh karena itu, Rangga berharap ada perbaikan dalam sistem kesehatan untuk hakim agar bisa mendapatkan fasilitas yang lebih layak.
Tak punya mobil dinas
Rangga juga menyampaikan kritik tajam terhadap ketidakadilan dalam pemberian fasilitas di lembaga peradilan.
Dia menjelaskan, para hakim yang berstatus pejabat negara tidak mendapatkan fasilitas yang memadai, termasuk mobil dinas.
“Nomenklatur kami sebagai pejabat negara. Di undang-undang ASN maupun undang-undang kehakiman. Tapi kami tidak punya mobil dinas,” ujar Rangga.
“Diprioritaskan mobil dinas di kantor kami itu siapa Pak? Pimpinan, ketua, wakil, habis itu panitera, sekretaris. Sedangkan panitera, sekretaris itu tidak ada nomenklatur sebagai pejabat negara. Hanya PNS,” tambahnya.
Dia menilai ketimpangan ini sangat tidak adil, mengingat tanggung jawab besar yang diemban oleh para hakim dalam menegakkan hukum.
“Bayangkan saya Pak, hakim temansaya Pak. Ada yang naik sepeda Pak, naik motor. Sedangkan panitera dan sekretarisnya naik mobil. Bagaimana?” ucap Rangga.
Meski demikian, Rangga menegaskan bahwa para hakim tidak merasa iri.
Dia hanya berpandangan, tidak seharusnya ketimpangan seperti ini terjadi.
“Kami tidak iri Pak. Kami pengennya kalau bisa semua pegawai pengadilan itu, termasuk pegawai administrasinya, dapat mobil semua. Pengennya kami seperti itu. Tapi jangan timpang, yang ini dapat kami enggak dapat,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, audiensi digelar setelah ribuan hakim di Indonesia melakukan cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024 sebagai bentuk protes karena pemerintah dinilai belum memprioritaskan kesejahteraan hakim.
Juru Bicara SHI Fauzan Arrasyid menyatakan, gaji dan tunjangan jabatan hakim saat ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 yang belum pernah mengalami perubahan.
Menurut aturan tersebut, rincian gaji pokok hakim setara dengan pegawai negeri sipil (PNS), berkisar antara Rp 2 sampai Rp 4 juta.
Untuk mencapai gaji Rp 4 juta, hakim golongan III harus mengabdi selama 30 tahun, sementara hakim golongan IV harus mengabdi selama 24 tahun.
Meskipun terdapat tunjangan jabatan di luar gaji, nilai tunjangan tersebut tidak berubah sejak 12 tahun lalu.
Baca juga: Dasco Pastikan Pemerintahan Prabowo Bakal Tingkatkan Kesejahteraan Hakim
“Akibatnya, banyak hakim merasa bahwa penghasilan mereka tidak lagi mencerminkan tanggung jawab dan beban kerja yang mereka emban,” ujar Fauzan dalam keterangannya.