Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas, meminta pemerintah memperhatikan kesejahteraan para hakim di Indonesia. Dia mengingatkan jangan sampai para hakim merasa dizalimi karena tidak diperhatikan.
Hal tersebut disampaikan Busyro setelah menerima perwakilan Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (8/10/2024).
Baca juga: Komitmen Probowo Perbaiki Nasib Para Hakim Undang Tangis Syukur Perwakilan Hakim
Busyro menjelaskan pihaknya menerima keluhan soal gaji hakim yang tidak mengalami kenaikan selama 12 tahun.
"Bagaimanapun kesejahteraan hakim itu penting sekali. Ya, mobilitas itu tidak bisa dipisahkan dengan kesejahteraan, bahkan kesehatan pun. Kalau hakem yang profesional itu, mesti kadang-kadang apa namanya, lembur ya, cuma, baca laptop, itu sama sekali kalau enggak ada jaminan kesehatan, kesehatan yang memadai, itu istilah gampangnya menzolimi para hakim. Jangan sampai terjadi," kata Busyro kepada wartawan seusai pertemuan.
Baca juga: Pimpinan DPR Minta Para Hakim Tak Lakukan Mogok Massal
Eks Pimpinan KPK itu mengatakan ketika kesejahteraan hakim tidak diperhatikan, maka akan berdampak buruk pada peradilan Indonesia.
Ia mengatakan hakim akan terjerumus pada praktik korupsi.
"Dampaknya akan mengundang investor asing. Kalau nanti investor asing memberikan suap-suap itu kan, yang rugi siapa? Yang untung investor itu, dan yang rusak korban pencari keadilan yang mengharapkan putusan hakim berkeadilan itu sendiri," kata Busyro.
"Ya, hakim bagaimana pun juga manusia loh. Walaupun banyak hakim yang baik, tapi kan sistemnya juga harus mendukung hakim yang baik itu," katanya.
Untuk diketahui, ribuan hakim di pengadilan seluruh Indonesia membuat kerja dengan melakukan pemotongan bersama mulai 7 hingga 11 Oktober 2024.
Para hakim yang mengambil cuti ini tengah menuntut haknya atas kesejahteraan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Yang Berada di Bawah Mahkamah Agung.
Baca juga: Setelah DPR, SHI Mengadu ke DPD Terkait Kesejahteraan Hakim
Persiapan rencana aksi pemotongan massal hakimpengadilan yang dilakukan pada 7 hingga 10 Oktober 2024 mendatang terus dilakukan. Terkini ada 1.326 hakimyang cuti massal menuntut perbaikan kesejahteraan.
"Jumlah partisipan yang terus bertambah hingga tanggal 27 September 2024 pukul 22.00 WIB, sebanyak 1.326 hakim telah bergabung dalam gerakan ini. Lebih dari 70 diantaranya menyatakan akan hadir langsung di Jakarta dengan biaya pribadi sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dinilai lambat dalam menanggapi tuntutan hakim," kata Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid dalam pernyataannya yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (28/9/2024).
Menurut Fauzan, ada tiga skema aksi potong bersama para pengadil di meja hijau. Pertama, hakim yang mengambil cuti lalu berangkat ke Jakarta untuk bergabung dalam barisan hakim yang melakukan aksi solidaritas.
Selanjutnya bagi para hakim yang mengambil cuti dan berdiam diri di rumah sebagai bentuk dukungan kepada rekan-rekannya yang berjuang di Jakarta.
Ketiga bagi hakim yang hak cuti tahunannya sudah habis akan didorong untuk menyetujui jadwal sidang selama tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024.
“Namun tetap menjaga agar hak-hak masyarakat pencari keadilan tidak dirugikan,” kata Fauzan.
Fauzan menyebut ada empat isu krusial perjuangan Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia.
Pertama mengenai pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2018 terhadap PP 94 Tahun 2012.
Sebuah langkah yang selama ini diabaikan oleh pemerintah, padahal memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan hakim.
Baca juga: Harta Kekayaan Jusran Ipandi, Hakim yang Luapkan Kekecewaan hingga Menangis saat Bertemu DPR
Selanjutnya mengenai pengesahan RUU Jabatan hakimyang dianggap sebagai Sebuah undang-undang yang akan menjamin kemandirian dan martabat hakim sebagai pilar utama peradilan.
Peraturan Perlindungan Keamanan bagi hakim. Hakimyang menjalankan tugas negara berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan agar dapat menjalankannya tanpa rasa takut atau ancaman.
“Terakhir pengesahan RUU Contempt of Court. Sebuah upaya untuk menjaga kewibawaan peradilan dan memberikan perlindungan terhadap proses peradilan dari segala bentuk intervensi dan pelanggaran,” kata Fauzan.