Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Penerimaan Negara (BPN) adalah lembaga yang bertugas menerima pendapatan negara dalam bentuk uang yang disetorkan orang pribadi atau badan yang masuk ke kas negara.
Selama ini lembaga yang bertugas mengurus penerimaan negara adalah Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang berada dalam naungan Kementerian Keuangan.
Usulan pemisahan BPN dari Kementerian Keuangan sudah berlangsung setidaknya sejak 2004.
Presiden terpilih, Prabowo Subianto berencana membentuk BPN sebelum nomenklaturnya berubah menjadi Kementerian Penerimaan Negara.
Guru Besar Politik Hukum Pajak Unissula Edi Slamet Irianto, menjelaskan bahwa peran BPN sangat penting karena kinerja penerimaan cenderung menurun padahal tuntutan belanja negara semakin besar.
Sehingga, negara harus berutang dan semakin membesar.
Di sisi lain, birokrasi kementerian cenderung rumit dan terjebak oleh banyaknya aturan yang tidak memungkinkan bergerak lebih cepat dan terukur.
Dampaknya, proses pengambilan putusan menjadi lamban padahal dituntut sangat cepat.
“Lembaga penerimaan yang ada, meski sudah direformasi sampai jilid IV, gagal mengatasi kebocoran, gagal memiliki data sains, gagal membangun kerja sama hukum, dan rentan terhadap intervensi kekuatan politik maupun pemodal besar dalam berbagai bentuknya,” ujar Edi melalui keterangan tertulis, Rabu (9/10/2024).
Menurut Edi, manfaat pembentukan BPN bagi masyarakat, khususnya pelaku ekonomi yaitu hadirnya berbagai kemudahan dalam memenuhi kewajiban kepada negara.
Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka Bidang Perpajakan dan Penerimaan Negara mengatakan hal ini karena kebijakan dan pengaturan akan keluar dari satu pintu.
"Sementara manfaatnya bagi negara, bisa melakukan estimasi penerimaan secara lebih akurat dan pasti karena tax gap akan semakin diperkecil akibat pengembangan data sains,” kata Edi.
Saat ini, terdapat tiga kandidat kepala BPN yaitu Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji Anggito Abimanyu, Guru Besar Politik Hukum Pajak Unissula Edi Slamet Irianto, dan anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun.
Terkait kondisi keuangan negara, persoalan yang kerap terjadi adalah penerimaan negara yang hingga saat ini selalu di bawah target, bahkan rasionya jadi yang terendah di ASEAN.
Terkait pertanyaan BPN mampu mencapai target rasio penerimaan 23 persen tanpa menaikan tarif, Edi mengatakan lembaga ini dihadirkan untuk bisa menaikan target penerimaan tanpa harus membebani masyarakat kecil.
"Untuk jangka pendek, BPN tidak akan menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen bahkan jika memungkinkan, diturunkan ke 10 persen. Paling tidak, bertahan di 11 persen dengan catatan bahwa adminitrasi PPN akan diperbaiki secara fundamental,” tutur dia.
Baca juga: Pembentukan Badan Penerimaan Negara Bakal Makan Waktu Lama, Bisa Lebih dari 5 Tahun
BPN, menurut Edi, akan memberi ruang yang cukup bagi masyarakat untuk memiliki daya beli yang memadai sesuai kapasitasnya.