TRIBUNNEWS.COM - Pembangunan infrastruktur digital yang semakin masif di berbagai wilayah Indonesia telah memberikan dampak positif yang signifikan terhadap pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Melalui platform e-commerce, media sosial, dan website, UMKM dapat mempromosikan produk dan jasa mereka kepada konsumen yang lebih luas. Tidak hanya meningkatkan omzet, hal ini juga berpotensi untuk meningkatkan daya saing di tingkat nasional maupun internasional.
Hal inilah yang dirasakan Diana (37), seorang wanita asal Ciapus, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di tahun 2019, Diana menyadari potensi bisnis dari platform online dan membangun bisnis onlinenya untuk pertama kali melalui e-commerce, dengan nama Dushishoes.
“Tahun 2019 itu, saya melihat e-commerce lagi naik daun dan cukup tinggi peminatnya. Saya berpikir, siapa tau saya bisa memanfaatkan pengalaman saya jualan sandal offline, dan beralih ke online. Apalagi e-commerce punya marketnya luas sekali kan, bisa sampai luar negeri dan saya putuskan untuk bangun Dushishoes," ungkap Diana.
Sebagai pelaku UMKM, Diana berhasil memanfaatkan tren pasar, terutama saat booming model sepatu plastik kala itu. Setelah memasuki platform e-commerce, jumlah pesanan harian yang awalnya hanya satu sampai dua pesanan, meningkat secara konsisten, bahkan bisa mencapai lebih dari 200 pesanan per hari.
Pertumbuhan pesat e-commerce di Indonesia tidak terlepas dari dukungan pemerintah yang konsisten dalam mendorong pengembangan ekonomi digital. Berbagai kebijakan dan program yang telah diluncurkan pemerintah telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan UMKM.
Keberhasilan UMKM-UMKM seperti Dushishoes inilah yang turut mendorong Indonesia menjadi negara yang paling berkontribusi pada ekonomi digital Asia Tenggara pada tahun 2023.
Mengutip dari laporan Google, Temasek, dan Bain & Company bertajuk e-Conomy SEA yang terbit pada November 2023, mencatat nilai gross merchandise value (GMV) e-commerce Asia Tenggara tercatat mencapai US$218 miliar. Angka tersebut naik 11 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar US$195 miliar.
Jika menilik dari perolehan masing-masing negara di Asia Tenggara, Indonesia tetap memimpin pasar ekonomi digital di Asia Tenggara pada tahun 2023 dengan nilai transaksi bruto (GMV) mencapai angka yang mengesankan, yaitu US$82 miliar.
Thailand menyusul di posisi kedua dengan GMV sebesar US$36 miliar, diikuti oleh Vietnam dan Filipina yang sama-sama mencatat GMV sebesar US$30 miliar dan US$24 miliar. Malaysia diperkirakan memiliki GMV sebesar US$23 miliar, sementara Singapura berada di urutan terakhir dengan GMV sebesar US$22 miliar.
Sayangnya, meski Indonesia merajai GMV ekonomi digital di Asia Tenggara, kontribusi tersebut tak berdampak signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB). Saat ini, kontribusi ekonomi digital terhadap PDB Indonesia masih berada di kisaran 4-5 persen.
Untuk itu, pemerintah memiliki target untuk meningkatkan kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) di tahun 2045.
Direktur Ekonomi Digital Kominfo, Bonifasius Pujianto, menyebut pemerintah menargetkan agar sektor ekonomi digital menyumbang 20,7 persen terhadap PDB atau sekitar 88,9 triliun dolar AS. Target itu tercantum dalam Buku Putih Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia.