TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsorsium Pembaruan Agraria berharap pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming bisa menyelesaikan konflik agraria yang terus meningkat dalam satu dekade terakhir.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika mengatakan, Prabowo-Gibran tidak punya waktu lama untuk bersantai karena ada banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang harus dilakukan.
“Ketika menjabat sebagai Presiden, Joko Widodo menjanjikan agenda reforma agraria 9 juta hektare untuk menyelesaikan konflik agraria dan mengurai ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia. Namun, dalam periode pemerintahannya, konflik agraria dan ketimpangan penguasaan tanah justru semakin melonjak,” ungkap Dewi dalam keterangan tertulis, Senin (21/10/2024).
Dewi menambahkan, KPA menilai visi-misi Prabowo mempunyai nilai plus karena agenda reformasi agraria ditempatkan di bawah program swasembada pangan.
Artinya Prabowo menyadari bahwa agenda RA tidak bisa dilepaskan dari agenda pertanian dan pangan.
Karena itu, Konsorsium Pembaruan Agraria mendesak kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk melaksanakan 10 langkah perombakan fundamental dan struktural agar bisa mempercepat terlaksananya reforma agraria:
Pertama, menjalankan reforma agraria sejati sesuai dengan UUD 1945 dan UUPA 1960 dan menempatkannya sebagai basis pembangunan nasional dengan melakukan redistribusi tanah kepada petani gurem, buruh tani dan perempuan petani, serta menyelesaikan seluruh konflik agraria struktural sebagai proses pemulihan hak-hak korban perampasan tanah dan penggusuran.
Baca juga: AHY Tekankan Pentingnya Penerapan Ilmu Pengetahuan untuk Memperbaiki Tata Kelola Agraria
Kedua, sebagai pelaksana Reforma Agraria, Presiden harus membentuk Dewan Pertimbangan Reforma Agraria Nasional yang dipimpin langsung oleh Presiden, dengan pelibatan Organisasi Rakyat.
Ketiga, mencabut regulasi anti petani dan rakyat, yakni UU Cipta Kerja dan produk hukum turunannya yang terkait dengan Bank Tanah, Food Estate, PSN, IKN, KEK, KSPN, HPL, forest amnesty, KHDPK.
Keempat, melakukan koreksi menyeluruh atas klaim-klaim sepihak negara atas nama kawasan hutan atau hutan (milik) negara, melalui penataan batas ulang kehutanan untuk mengeluarkan puluhan ribu desa, kampung, wilayah adat, kebun masyarakat, sawah, wilayah tambak masyarakat dan lumbung-lumbung pangan nasional milik rakyat.
Kelima, menteri-menteri kabinet Prabowo-Gibran yang berkaitan dengan bidang agraria seperti Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Kementerian Kehutanan, Kementerian BUMN, Kementerian KKP, dan Kementerian Koperasi harus mempunyai visi yang selaras dengan pelaksanaan reforma agraria.
Keenam, mengusut tuntas penyalahgunaan wewenang, korupsi agraria dan mafia tanah serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses perumusan regulasi yang koruptif dan manipulatif yang berorientasi pada kepentingan bisnis.
Ketujuh, membubarkan dan menghentikan PSN dan Badan Bank Tanah yang telah merampas tanah-tanah petani.
Kedelapan, membebaskan petani, masyarakat adat, nelayan, perempuan, kaum miskin perkotaan dan aktivis agraria yang dipenjara serta dikriminalisasi karena memperjuangkan hak atas tanah.
Baca juga: Petani: Reforma Agraria Era Jokowi Palsu, Tanah Pindah ke Pengusaha