Keempat, katanya, menjadikan perubahan struktur Seskab sebagai justifikasi penempatan Mayor Teddy hanya memperlihatkan kebijakan yang tidak berbasis pada ketentuan UU TNI serta mengingkari semangat reformasi TNI.
Transisi kepemimpinan nasional yang semestinya membawa asa reformasi TNI sebagai amanat reformasi 1998 untuk mewujudkan TNI yang kuat dan profesional pada bidang pertahanan negara, menurutnya ternoda dengan kebijakan penempatan ini.
Jika kemudian Revisi UU TNI dilakukan hanya untuk mengakomodasi pilihan Presiden atas Seskab yang dia kehendaki, kata Ikhsan, maka semakin sempurnalah penilaian banyak ahli mengenai autocratic legalism yang semakin mendorong kemunduran demokrasi Indonesia.
Baca juga: Hindari Pelantikan Prabowo-Gibran, Rocky Gerung Pilih Kabur ke Bojonegoro, Ada Masalah Apa?
Kelima, menurut dia, Presiden hingga para menteri dan pimpinan lembaga, semestinya tetap mendukung dan memperkuat profesionalitas TNI dengan tidak memberikan jabatan-jabatan tertentu dan/atau memberikan tugas dan kewenangan di luar tugas pertahanan dan tugas perbantuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Reformasi TNI harus berjalan dua arah atau timbal balik: TNI fokus melakukan reformasi dan presiden/DPR/politisi sipil wajib menjaga proses reformasi itu berjalan sesuai mandat Konstitusi dan peraturan perundang-undangan," pungkas Ikhsan.