TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 kembali berlanjut di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).
Dalam persidangan kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan ahli Hukum Administrasi Negara Bidang Hukum Lingkungan Hidup, Kartono.
Kasus dugaan korupsi di IUP PT Timah ini diantaranya menjerat suami dari selebriti Sandra Dewi Harvey Moeis selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Ardiansyah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/10/2024).
Kartono menyebut masyarakat yang menambang tanpa izin di wilayah IUP suatu perusahaan dapat dikenakan pidana.
Menurut Kartono, jerat pidana bisa diberikan karena masyarakat yang tak memiliki izin menambang berpotensi merusak lingkungan.
Masyarakat pun, kata dia, tak mempunyai kemampuan hingga teknologi dalam melakukan penambangan.
Selain itu, sektor tambang, kata dia, tidak hanya menyinggung soal sektor ekonomi yang harus memakmurkan masyarakat di sekitarnya, tapi juga harus memikirkan dampak ekologi dari kawasan yang menjadi lokasi tambang.
"Jadi ada hak lingkungan yang harus dipelihara dan UU mengatakan silahkan hak ekonomi diberikan silahkan urus izinnya, agar kepentingan ekologi dan masyarakat bisa dilakukan," kata Kartono.
Dalam UU Minerba diatur tentang kewajiban pemulihan lingkungan, kewajiban reklamasi pasca-menambang, dan membayar royalti ke negara.
Karena itu, kata dia, masyarakat yang tak memiliki izin sebaiknya tak menambang di kawasan pertambangan suatu perusahaan.
"Karena ini karunia Tuhan, dan akhirnya banyak petaka, di mana-mana Republik Indonesia ini petaka lingkungan rusak, karena yang menambang ini tidak punya kapasitas, tidak punya teknologi, tidak punya kemampuan Yang Mulia," ucap Kartono.
"Yang terjadi adalah menambang-menambang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan ini akan merugikan alam dan untuk anak cucu Yang Mulia," sambungnya.
Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun.
Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.(*)