News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua MA Baru Sunarto Diharapkan Mampu Wujudkan Peradilan Bersih Jauh dari Intervensi

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Acos Abdul Qodir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Prabowo Subianto menyaksikan pengucapan sumpah Ketua Mahkamah Agung Sunarto di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa, (22/10/2024). (Taufik Ismail)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung (MA) 2024-2029 Sunarto yang baru terpilih menjadi 'angin segar' upaya pemberantasan korupsi. 

Sosok hakim agung Sunarto digadangkan sebagai hakim bersih dan berintegritas yang jauh dari intervensi.

Ketua Komisi Yudidial (KY), Amzulian berharap Sunarto dapat membawa perubahan untuk MA sehingga menjadi badan peradilan yang agung dan semakin dipercaya publik.

“Terpilihnya Prof Sunarto sebagai Ketua MA, menjadi angin segar penegakan hukum yang berkeadilan serta bebas dari intervensi. Harapannya, semoga MA menjadi badan peradilan yang benar-benar dipercaya publik,” harap Amzulian dalam keterangan, Senin (28/10/2024).

Menurutnya, sat ini muruah MA sebagai benteng terakhir untuk mencari keadilan, ada pada sosok Sunarto.

Di tengah harapan baik, para pakar juga mewanti Sunarto agar bebas dari intervensi dalam penanganan kasus hukum. 

Salah satunya dalam proses penanganan kasus Peninjauan Kembali (PK) mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming.

Baca juga: Kapolda NTT: Ipda Rudy Soik Ciptakan Framing Mafia BBM

Pakar Hukum dari Universitas Padjadjaran Prof Romli Atmasasmita, menilai adanya kesesatan hukum dalam putusan hakim. 

Prof Romli menegaskan bahwa tuntutan dan putusan pemidanaan Maming tidak didasarkan pada fakta hukum, melainkan lebih didasarkan pada imajinasi penegak hukum. 

"Proses hukum terhadap terdakwa bukan hanya menunjukkan kekhilafan atau kekeliruan nyata, tetapi merupakan sebuah kesesatan hukum yang serius," tegas Ketua Tim Penyusun RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembentukan KPK tersebut. 

Pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) sekaligus aktivis HAM dan antikorupsi Todung Mulya Lubis juga mendesak agar mantan Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018 Mardani H Maming dibebaskan.

Todung Mulya Lubis menyoroti terjadinya peradilan sesat (miscarriage of justice) dalam penanganan kasus korupsi yang menyeret Mardani H Maming ke jeruji besi.
Menurutnya, vonis yang dijatuhkan kepada Mardani H Maming tidak memiliki alat bukti memadai dan terkesan dipaksakan.

"Bentuk miscarriage of justice yang paling mencolok adalah tidak dipenuhinya hak atas fair trial. Hakim melakukan cherry picking terhadap alat bukti yang dihadirkan selama persidangan. Hakim lebih memilih untuk mempertimbangkan keterangan saksi yang tidak langsung (testimonium de auditu) karena hal itu sesuai dengan dakwaan penuntut umum, ketimbang mempertimbangkan alat bukti lain yang menyatakan hal sebaliknya," kata Todung.

Baca juga: Pembelaan MA soal Eks Pejabatnya Zarof Ricar Diduga Jadi Makelar Kasus Sejak 2012

Dia juga berpendapat bahwa tidak ada unsur keadilan dalam penjatuhan vonis terhadap terpidana.

"Sikap berat sebelah seperti ini jelas merupakan unfair trial. Jika alat bukti yang ada dilihat secara fair, sebenarnya dakwaan penuntut umum tidaklah terbukti," ujarnya.

Todung juga menjelaskan bahwa hakim memaksakan konstruksi hukum dalam peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi untuk dapat menyimpulkan terpenuhinya unsur dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.

Sedangkan penggunaan analogi sebagai dasar untuk menjatuhkan vonis merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip legalitas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini