Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Broker Eksi Anggraeni mengatakan bahwa emas yang ia beli dari Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 Antam dibawa keluar tak melalui akses pintu depan melainkan pintu belakang.
Adapun kata dia, hal itu atas arahan dari eks pegawai PT Antam Misdianto untuk menghindari sorotan dari kamera CCTV yang terpasang di area BELM Surabaya 01.
Pernyataan itu Eksi sampaikan saat hadir sebagai saksi dalam sidang rekayasa jual beli emas Antam dengan terdakwa crazy rich Surabaya Budi Said dan eks General Manager PT Antam Tbk Abdul Hadi Avicena di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Mulanya Jaksa Penuntut Umum bertanya terkait bagaimana proses keluarnya emas Antam pada saat dibeli Eksi dari BELM Surabaya 01.
"Emas prosesnya keluar dari Antam itu dari mana Bu kalau tau di Surabaya itu?" tanya Jaksa.
"Yang setahu saya setiap saya pengambilan barang ada Pak Misdi 'Bu ini barangnya' ," jawab Eksi.
"Ketika emas ini dibawa apakah melalui pintu depan atau ada pintu lain?" tanya Jaksa lagi.
"Lewat pintu belakang Pak," ucap Eksi.
Eksi pun menggambarkan bahwa pintu keluar itu mengarah ke pantry di dekat meja kerja dari Misdianto yang berada di area Back Office BELM Surabaya.
"Nah dari situ ternyata ada jalan menuju tangga ke bawah itu bisa tembus ke parkiran sebelah Bank Mandiri."
Baca juga: Eksi Anggraeni Diperintah Budi Said Urus Surat Keterangan Kekurangan Penyerahan Emas Seberat 1,1 Ton
Mendengar jawaban Eksi Jaksa pun sempat kaget.
Pasalnya saat itu Jaksa heran kenapa Eksi tak membawa emas yang dibelinya tersebut melalui pintu depan Butik.
Lalu Eksi menuturkan dibawanya emas itu melalui pintu belakang karena atas arahan dari Misdianto supaya tidak terekam kamera CCTV.
"Pertanyaan saya, kenapa tidak melalui pintu depan?" tanya Jaksa.
"Kalau menurut Pak Misdi untuk menghindari CCTV," jawab Eksi.
"Ada pernyataan seperti itu untuk menghindari CCTV?" tanya Jaksa.
"Ada," ucap Eksi.
Kemudian Jaksa pun bertanya pada Eksi kenapa pengeluaran emas itu harus menghindari sorotan rekaman CCTV.
Baca juga: Terungkap di Sidang Korupsi Emas, Broker Eksi Anggraeni Marah Saat Gerak-geriknya Terpantau CCTV
Eksi mengaku tidak tahu secara pasti, namun saat itu ia sempat bertanya kepada Misdianto mengenai hal tersebut.
Akan tetapi jawabannya sama, kata Eksi, Misdianto mengatakan agar tidak tersorot CCTV.
"Kenapa Bu harus dihindari CCTV?" tanya Jaksa.
"Saya juga kurang tahu Pak. Maka pada saat itu saya tanyakan kenapa kok lewat belakang kenapa tidak depan," jawab Eksi.
"Ibu gak pertanyakan kan harusnya terbuka biar langsung, kenapa gak pernah protes?" tanya Jaksa.
"Pernah saya tanyakan memang untuk menghindari CCTV," pungkas Eksi.
Sebagai informasi, Eksi Anggraeni merupakan broker pembelian emas Budi Said.
Dirinya turut diseret untuk bertanggung jawab atas adanya kekurangan emas di BELM Surabaya 01 Antam.
Baca juga: Broker Eksi Anggraeni Kelabui Pegawai Antam Soal Pembayaran 100 Kg Emas, Tak Kirim Uang Hingga Sore
Perbuatannya dilakukan bersama-sama sejumlah pejabat BELM Surabaya 01 yakni Ahmad Purwanto, Endang Kumoro, dan Misdianto.
Baik Eksi dan tiga mantan pejabat BELM Surabaya 01 telah diadili perkaranya dan dijatuhi vonis oleh majelis hakim PN Surabaya. Hingga kemudian mengajukan upaya hukum banding ke PT Surabaya.
Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya kemudian menjatuhkan hukum lebih berat ketimbang putusan tingkat pertama Pengadilan Tipikor Surabaya.
Melansir laman SIPP tingkat banding sebagaimana tertuang dalam nomor putusan 13/PID.SUS-TPK/2024/PT SBY, Eksi Anggraeni dinyatakan telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Karenanya, PT Surabaya menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dia juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar pengganti sebesar Rp 87 miliar subsider 5 tahun penjara. Pembacaan putusan hakim tingkat banding digelar pada 22 Februari 2024.
Vonis ini lebih berat daripada pengadilan tingkat pertama, yang menghukum Eksi dengan pidana selama 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Besaran pidana tambahan untuk membayar ganti rugi Rp 87 miliar atau kurungan 2 tahun dan 6 bulan.
Sementara untuk tiga terdakwa lain, Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto sebagaimana tercantum dalam putusan nomor 11/PID.SUS-TPK/2024/PT SBY, masing-masing divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Vonis ini juga lebih berat dari putusan pengadilan tingkat pertama, yang masing-masingnya divonis penjara 6,5 tahun dan denda Rp 300 juta.