Laporan wartawan Tribunnews, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Pidana dari Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi menyebut Jaksa hingga pengacara para terdakwa bisa menjadikan sikap koruptif hakim sebagai bukti baru untuk mengajukan peninjauan kembali atau PK di Mahkamah Agung.
Hal itu Fachrizal ungkapkan menyusul terungkapnya perkara makelar kasus yang menjerat eks pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar selama periode 2012-2022.
Dia menuturkan jika dalam putusan kasasi yang diketok oleh Hakim Agung terbukti ada unsur korupsi karena tersangkut makelar kasus Zarof Ricar, maka para pihak bisa menjadikan itu sebagai novum atau bukti baru.
"Misalnya ada putusan yang harusnya A jadi B atau C itu kan nanti ada bukti baru ya atau novum. Saya kira bisa jadi bukti baru bahwa ketika Hakim A atau B memutuskan ada perilaku koruptif nah itu bisa di PK," kata Fachrizal saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (28/10/2024).
Artinya kata dia jika Jaksa ataupun para lawyer terdakwa mendapat putusan tidak adil karena ada keterlibatan hakim pada kasus Zarof Ricar, maka mereka bisa mengajukan PK.
Hanya saja ia menggarisbawahi, perilaku koruptif itu mesti terlebih dulu dibuktikan melalui hasil penelusuran yang saat ini sedang dilakukan Kejaksaan Agung ataupun badan pengawas dari MA ataupun Komisi Yudisial.
"Artinya para lawyer atau Jaksa yg mendapatkan putusan tidak adil karena memang tersangkut kasus ini si Zarof Ricar itu bisa mengajukan PK," kata dia.
"Tetapi harus menunggu hasil penelusuran aparat penegak hukum, pengawasan KY maupun pengawasan lembaga pengawasan. Saya sih berharap Ketua MA turun langsung memimpin bersih bersih di MA," sambungnya.
Baca juga: Istri Zarof Ricar Bolak-balik Toilet saat Rumahnya Digeledah, Ternyata Ada Uang Rp1 T dan Emas 51 Kg
Sebelumnya terungkap eks pejabat tinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar alias ZR kerap menjadi makelar kasus atau markus selama dirinya menjabat pada periode 2012 hingga 2022.
Dari perannya tersebut Zarof mampu mengumpulkan pundi-pundi uang hampir Rp 1 triliun yakni Rp 920.912.303.714 atau Rp 920,9 Miliar.
Adapun hal itu terungkap ketika penyidik Jampidsus Kejagung tengah mengusut kasus pemufakatan jahat berbentuk suap yang dilakukan Zarof dalam kasasi Ronald Tannur.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar menyebut bahwa Zarof yang selama ini menjabat sebagai Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung menerima gratifikasi perkara-perkara di MA dalam bentuk uang.
"Ada yang rupiah dan ada yang mata uang asing. Sebagaimana yang kita lihat di depan ini yang seluruhnya jika dikonversi ke dalam rupiah sejumlah Rp 920.912.303.714 dan emas batangan seberat 51 kilogram," ucap Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejagung RI, Jum'at (25/10/2024).