Sedangkan dipersidangan ketiga ini disampaikan penganiayaan berlangsung pukul 08.30 Wita.
Sementara saksi anak lainnya atau saksi terakhir mengatakan tidak tahu, padahal saat di kantor polisi, mereka bersama-sama mengatakan pukul 10.00 Wita.
“Yang menarik tadi juga masalah pukulan, tadi terungkap fakta katanya anak oknum polisis dipukul dalam posisi berdiri."
"Di depannya ada meja, dan di belakangnya ada kursi. Kursi itu setinggi bahu kalau dia duduk. Kalau dia berdiri, kursi itu tentu menutupi pahanya.”
“Kalau kita lihat bekas luka, itu lukanya sejajar di paha, makanya itu yang aneh kalau kita lihat. Bagaimana caranya dia dipukul sejajar paha, padahal dibelakang ada penghalang sandaran kursi,” kata Andri usai persidangan.
Andri menyampaikan, keterangan saksi anak terkait cara memukul juga berbeda-beda.
Seperti ada yang mengatakan dipukul dari atas, sedang yang lainnya mengatakan dipukul dari atas tetapi pelan.
Kemudian, ada pula yang mengatakan anak dari oknum polisi tersebut dipukul dengan gagang sapu bagian tengah, sedang yang lainnya mengatakan dengan ujung sapu.
“Jadi banyak keterangan yang tidak sesuai, makanya sejak dari awal keterangan anak ini sebagai dasar kepolisian dan jaksa untuk menetapkan tersangka, diragukan,”
“Apalagi keterangan anak ini saat di BAP banyak yang copy paste. Maksudnya sama semua,” jelasnya.
Sementara itu, ayah korban, Aipda HW saat ditemui Tribunnewssultra.com, enggan berkomentar usai persidangan
“Serahkan ke PH (Penasihat Hukum)," kata Aipda dengan mengenakan kemeja coklat.
Sebelumnya, guru Supriyani telah menjalani sidang perdana agenda pembacaan dakwaan dengan tuduhan penganiayaan anak SD kelas 1 yang juga anak polisi, pada Kamis (24/10/2024).
Kemudian sidang kedua agenda pembacaan eksepsi pada Senin (28/10/2024) kemarin.
(Tribunsultra.com/ Dewi Lestari/ Samsul)