TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar karena diduga melakukan pemufakatan jahat berupa suap pengurusan kasasi Ronald Tannur.
Ronald Tannur adalah terdakwa kasus penganiayaan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, di sebuah tempat karaoke di Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (4/10/2023).
Zarof Ricar menjadi makelar kasus saat dirinya menjabat sebagai Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan MA 2012 hingga 2022.
Dari perannya yang telah dilakukan kurun 10 tahun itu, Zarof diketahui meraup uang total Rp 920,9 Miliar atau hampir Rp 1 Triliun.
Zarof Ricar merupakan pensiunan pejabat MA yang purnatugas pada Januari 2022.
Sebelum Zarof Ricar pensiun, ia pernah menduduki beberapa jabatan penting di MA.
Zarof Ricar pernah menjadi pejabat eselon II di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Badilum) MA dengan tugas mengurus mutasi dan promosi hakim.
Ia kemudian diangkat menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) MA pada Selasa (22/8/2017) oleh Ketua MA Hatta Ali.
Selain menjabat sebagai Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, Zarof juga ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Badilum pada tahun 2020. Di luar struktur MA, Zarof juga menduduki posisi sebagai Wakil Ketua Komite Etik Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 2017.
Selain itu, ia menjadi produser film Sang Pengadil yang tayang di beberapa bioskop sejak 24 Oktober 2024.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar menyebut Zarof biasa memainkan perkara ketika ia berdinas di Mahkamah Agung sejak 2012 hingga 2022.
Kejaksaan Agung RI pun menetapkan Zarof Ricar sebagai tersangka kasus pemfukatan jahat pada tingkat kasasi terdakwa Ronald Tannur.
Ronald Tannur merupakan terdakwa kasus penganiayaan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, di sebuah tempat karaoke di Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (4/10/2023).
Penganiayaan yang dilakukan Ronald Tannur membuat Dini meninggal, namun pelaku dijatuhi vonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Rabu (24/7/2024).
Setelah memberikan vonis bebas, Kejagung menangkap tiga hakim PN Surabaya yang menangani kasus Ronald karena mereka diduga menerima suap untuk membebaskan pelaku.