News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Impor Gula

Jejak 2 Kasus Impor Gula yang Ditangani Kejaksaan Agung, Jerat Eks Mendag Hingga Pejabat Bea Cukai

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Perdagangan (Mendag) tahun 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi impor gula oleh Kejagung pada Selasa (29/10/2024) malam. Kejagung mengatakan dugaan korupsi yang dilakukan Tom Lembong mengakibatkan negara mengalami kerugian mencapai Rp400 miliar.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) tak hanya menangani kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong yang terjadi pada tahun 2015-2016.

Kejagung juga menangani kasus dugaan korupsi importasi gula PT Sumber Mutiara Indah Perdana (SMIP) tahun 2020 sampai 2023 di Dumai, Riau.

Baca juga: Sebelum Jadi Tersangka Kasus Impor Gula, Tom Lembong Pernah Berseteru dengan Luhut dan Bahlil

Dalam perkara ini, tim penyidik Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan dua tersangka.

Selain RD selaku Direktur PT SMIP, ada pula RR selaku Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Riau periode 2019 sampai dengan 2021 yang berstatus sebagai tersangka.

Baca juga: Tom Lembong Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula, Cak Imin Ikut Sedih: Semoga Pak Tom Sabar

Berikut ini Tribunnews.com rangkum jejak dua kasus impor gula yang ditangani Kejagung.

Kasus Tom Lembong

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menuturkan duduk perkara penetapan tersangka Tom Lembong berawal ketika pada tahun 2015, Indonesia dinyatakan surplus gula sehingga tidak perlu dilakukan impor.

Namun, Qohar mengatakan Tom Lembong yang saat itu menjabat sebagai Mendag justru tetap mengizinkan adanya impor gula ke PT AP.

"Di tahun yang sama yaitu tahun 2015, Menteri Perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih (GKP)," kata Qohar dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta pada Selasa (29/10/2024).

Qohar mengungkapkan izin impor gula yang diterbitkan oleh Tom Lembong justru diberikan kepada PT AP yang notabene adalah bukan perusahaan milik BUMN.

Padahal, merujuk pada peraturan Mendag dan Menperin, perusahaan yang diizinkan untuk mengimpor gula adalah perusahaan milik BUMN.

Tak cuma itu, Qohar juga menyebut izin impor gula dari Tom Lembong itu tidak diputuskan lewat rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Baca juga: Tom Lembong Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula, Cak Imin Ikut Sedih: Semoga Pak Tom Sabar

Qohar menuturkan lalu ada rapat bersama dengan kementerian di bawah Kemenko Perekonomian yang salah satunya membahas terkait kurangnya cadangan gula pada tahun 2016 sebanyak 200.000 ton.

Lalu, pada November 2016, Tom Lembong memerintahkan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI berinisial TS memerintahkan setiap manajer untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang produksi gula.

"Padahal dalam rangka pemenuhan kondisi harga, harusnya yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung yang dapat melakukannya hanya (perusahaan) BUMN," jelas Qohar.

Selain melanggar soal regulasi perizinan, Qohar juga menyebut perusahaan yang diizinkan Tom Lembong untuk mengimpor gula bukan merupakan produsen gula kristal putih, melainkan produsen gula rafinasi.

"Setelah kedelapan perusahaan tersebut mengimpor dan mengelola, kemudian PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal senyatanya gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau ke masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya dengan harga Rp16.000 per kg."

"Yaitu harganya lebih tinggi dari HET yaitu Rp13.000 dan tidak dilakukan operasi pasar," jelas Qohar.

Dari perizinan itu, Qohar menuturkan perusahaan Tom Lembong memperoleh fee Rp105 rupiah per kg dari 8 perusahaan tersebut.

Qohar mengatakan perbuatan Tom Lembong ini mengakibatkan negara mengalami rugi mencapai Rp400 miliar.

Kini, Tom Lembong ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.

Tom Lembong dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga: Peran Eks Mendag Tom Lembong dan Charles Sitorus dalam Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula 

Kasus yang Menjerat Eks Pejabat Bea Cukai

Dalam perkara ini, tim penyidik Kejaksaan Agung sudah menetapkan dua tersangka.

Mereka ialah Ronny Rosfyandi (RR) selaku Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Riau periode 2019 sampai dengan 2021 dan RD selaku Direktur PT SMIP.

Berdasarkan penyidikan, RD diduga berperan memanipulasi data importasi gula kristal mentah dengan memasukkan gula kristal putih.

Baca juga: Eks Pejabat Bea Cukai Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Korupsi Impor Gula 25 Ribu Ton

"Dilakukan penggantian karung kemasan seolah-olah telah melakukan importasi gula kristal mentah untuk kemudian dijual pada pasar dalam negeri," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung saat itu, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Sabtu (30/3/2024).

Meski menyisipkan gula kristal putih, importasi yang dilakukan PT SMIP tetap berjalan karena adanya kongkalikong dengan Pejabat Bea Cukai yang dalam hal ini RR.

"Tersangka RR secara melawan hukum telah menyalahgunakan kewenangannya dengan mencabut Keputusan Pembekuan Izin Kawasan Berikat PT SMIP setelah menerima sejumlah uang dari Tersangka RD," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Rabu (15/5/2024).

Akibat kongkalikong itu, pada tahun 2020 sampai 2023, PT SMIP telah melakukan impor gula kurang lebih 25 ribu ton yang ditempatkan di Kawasan Berikat dan Gudang Berikat yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Para tersangka dalam perkara ini dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini